April 4, 2022

Catch a Big Fish: AMBA


Sejak selesai membaca novel Laksmi Pamuntjak berjudul Aruna dan Lidahnya tiga tahun yang lalu, saya jadi penasaran dengan novelnya yang lain. Salah satunya yang berjudul Amba. Puji syukur alhamdulillah novel ini ada di iPusnas, jadi nggak perlu bingung-bingung nyari pinjaman. Namun pemirsa, antrean peminjam buku ini sudah mencapai seribuan. :"

Entah sudah sejak bulan ada saya memasukkan buku ini di Wishlist. Tiap kali ada notifikasi kalau buku ini available, saya selalu kalah gercep dengan orang lain. Hingga suatu siang di akhir bulan Maret kemarin, rasanya saya ketiban durian runtuh. Waktu ngecek notifikasi iPusnas, novel Amba sedang tersedia dan sisa satu copy untuk dipinjam. YA LANGSUNG SIKAT LAH!!!

Novel dengan jumlah halaman 577 ini saya selesaikan dalam waktu tiga hari. Huhuhu ngebut beb biar nggak mubadzir. Udah nunggunya lama kan sayang kalau nggak selesai. Ngebayangin harus antre lagi dari awal kok rasanya ngeri ugha. :"

Novel Amba menceritakan seorang perempuan bernama Amba yang pada tahun 2006 pergi ke Pulau Buru untuk mencari orang yang dia kasihi. Orang ini bernama Bhisma, seorang pria yang memberinya anak di luar nikah. Bhisma ini berprofesi sebagai dokter, lulusan Leipzig, Jerman Timur. Bhisma hilang karena ditangkap pemerintah Orde Baru dan dibuang ke Pulau Buru. Ketika kamp tahanan politik di pulau itu dibubarkan dan para tapol dipulangkan, Bhisma tetap tidak kembali.
 
Novel berlatar sejarah yang mengisahkan cinta dan hidup Amba ini, terdiri dari tujuh bab. Bab pertama yang ditulis sebagai Buku 1 diberi subjudul 'Samuel dan Amba (Pulau Buru, Maret 2006)'. Latar waktu Buku 1 adalah masa sekarang, masa di mana Amba sedang terluka parah dan dirawat di sebuah rumah sakit di Pulau Buru. Ketika keadaannya sudah membaik, Amba mulai mau membuka suara kepada Samuel perihal hidupnya.
 
Siapakah Samuel? Sabar bun, saya cerita tentang Buku 2 dulu.
 
Buku 2 dengan subjudul 'Amba, Bhisma & Salwa (1956-1965)' menceritakan awal kehidupan Amba. Amba adalah anak seorang guru di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Amba tumbuh di keluarga pembaca kitab-kitab tua. Di keluarganya, Amba adalah anak sulung, dia mempunyai dua orang adik kembar perempuan bernama Ambika dan Ambalika. Bapak Amba suka menamai anak-anaknya dengan nama-nama tokoh yang ada di kitab-kitab tua yang dibacanya. Nama Amba sendiri diambil dari seorang tokoh perempuan dalam kisah Mahabharata.
 
Ketika memasuki bangku kuliah, Amba meninggalkan kotanya untuk studi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Universitas yang sama dengan tunangannya, yaitu Salwa. Mereka berdua dijodohkan karena ibu Amba terkesan dengan kepribadian Salwa.
 
Singkat cerita, Amba dan Salwa menjalani long distance relationship. Salwa pergi ke Surabaya untuk mengikuti kegiatan yang penting bagi masa depan karirnya. Amba sendiri pergi ke Kediri untuk mengambil pekerjaan sebagai penerjemah di sebuah rumah sakit. Di rumah sakit inilah Amba bertemu dengan Bhisma.
 
Amba merasakan letupan-letupan cinta yang berbeda saat bersama Bhisma. Letupan yang tidak dia dapatkan ketika bersama Salwa. Percintaan Amba dan Bhisma terputus dengan tiba-tiba di sekitar Peristiwa G30S di Yogyakarta. Dalam sebuah serbuan, Bhisma hilang seketika dari hidup Amba.
 
Sekian untuk Buku 2 biar nggak terlalu spoiler, mari lanjut ke Buku 3 yang diberi subjudul 'Amba dan Adalhard (Yogyakarta, 1965)'. Adalhard ialah seorang pria asing yang mengajar bahasa asing di kampus tempat Amba kuliah. Mereka bertemu di sebuah kegiatan ekstrakurikuler. Adalhard jatuh cinta kepada Amba (saat itu Amba sedang hamil muda anak Bhisma). Amba bisa menceritakan semua pengalaman yang ia alami bersama Bhisma kepada Adalhard.
 
Buku 4 dengan subjudul 'Bhisma (1965-)' diberi tanda X besar berwarna merah karena tidak ada yang tahu bagaimana nasib Bhisma pasca serbuan ke Universitas Res Publica, Yogyakarta, pada 19 Oktober 1965.
 
Nah, ada yang masih penasaran dengan sosok Samuel yang ada di Buku 1? Di Buku 5 'Samuel & Amba (Februari-Maret 2006)' inilah diceritakan tentang detail pertemuan Amba dan Samuel di atas kapal laut yang mereka tumpangi ke Pulau Buru. Bab ini lengkap menjelaskan juga dengan siapa Amba pergi ke Pulau Buru, bagaimana lika-liku Samuel yang mengantar Amba ke bangunan bekas penjara tapol, sampai dengan informasi-informasi dari beberapa eks-tapol tentang Bhisma.
 
In the end, di Buku 6 'Bhisma: Tahun-Tahun yang Hilang' terkuaklah bagaimana kehidupan Bhisma selama di Pulau Buru. Bab ini seluruhnya berisi surat-surat Bhisma ke Amba yang tidak bisa dia kirimkan ke kekasihnya itu karena aturan ketat di tempat para tapol. Penggalan paragraf salah satu surat Bhisma yang saya favoritkan berbunyi seperti ini:
 
Bergembira adalah bagian dari hidup, apa pun yang terjadi. (hlm. 487)
 
...dan ini: 
 
Orang harus bisa tertawa di sini begitu banyak kesedihan dan ketakadilan yang terjadi, dan begitu banyak hal yang segera aus dan terulang dalam segala kebodohannya. Kita harus bisa tertawa, kalau tetap mau hidup. (hlm. 489)
 
Bab terakhir dalam novel Amba, diberi subjudul 'Buku 7: Srikandi & Samuel (2011)'. Siapakah Srikandi? Srikandi ini adalah anak dari Amba dan Bhisma. Srikandi dipertemukan dengan Samuel oleh Amba. Sepanjang hidupnya, Srikandi tidak pernah bertemu dengan Bhisma, dia hidup dan dibesarkan oleh Amba bersama dengan Adalhard. Srikandi sangat menyayangi ayah berkebangsaan Amerikanya itu.
 
🏝🏝🏝 

The very first impression yang saya dapat ketika membaca bab pertama buku ini adalah...bahasanya enak dibaca, rasanya mengalir lancar dan tidak tersendat-sendat. Kan biasanya ada tuh novel yang kalau dibaca rasanya seret, nah novel karya Laksmi Pamuntjak ini enggak. Bahasa yang dipakai tergolong semiformal tetapi nggak aneh dalam hal pemilihan kata dan penempatannya.
 
Seperti yang sudah saya paparkan di atas, alur waktu di novel ini dibuat maju-mundur-maju tetapi tidak membingungkan. Setiap bab berhasil menceritakan puzzle yang hilang dari bab sebelumnya dengan sangat rapi. Jadi, saya nggak bertanya-tanya lagi ketika selesai membaca novel Amba. Malah lanjut penasaran dengan sekuelnya yang berjudul 'Kekasih Musim Gugur', hehehe. Belum baca sih, bukunya masih baru dan belum ada di iPusnas.

All in all, walaupun nggak terlalu paham politik masa lalu dan kisah Mahabharata, saya menikmati sekali membaca novel ini. Isinya paket lengkap karena ada kenangan hidup dan sejarah yang terhapuskan sekaligus ditabukan di tanah air. Adegan-adegan penuh gairah dan ketegangan dituliskan secara anggun oleh Laksmi Pamuntjak.
 
Saya dua kali menangis tersedu-sedu ketika membaca novel ini. Pertama, saat membaca surat Amba ke Bapaknya. Kedua, waktu membaca surat Amba ke Samuel tentang Adalhard dan Srikandi. Dasarnya udah cengeng, kena cerita tentang hubungan ortu-anak jadi makin banjir mata saya. :")
 
Ada yang pernah membaca novel Amba juga?


*

6 comments :

  1. Ahhh terima kasih reviewnya Mbaaa.... aku udah lama tau buku ini dan pengen baca juga cuma emang belom ada niatannya nih pas baca review kok kayaknya seru nih. Tapi, bikin nangis ya hahaha lagi bulan puasa pengen ngehindarin buku-buku yang sedih dulu.

    Pas liat halamannya 500+ kaget karena Mba bisa selesai dalam 3 hari doang, tapi inget ini dipinjem dari ipusnas jadi gak aneh sih karena buku yang antre panjang itu udah pasti harus rebutan lagi kalo mau lanjutin bacanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama mba Tika. Hahaha soal yang bikin nangis itu kayaknya relatif, karena aku emang lagi sensitif akhir-akhir ini jadinya nangis. Kalau mba Tika orangnya strong heart kayaknya nggak bakal nangis.

      Wkwkwkwk iya nih aku sendiri awalnya keder lihat halamannya 500+, tapi yaudah demi menghindari antre lagi jadi aku kebut but but. Ya beginilah ya pinjam gratis, dibayarnya pakai baca ngebut. :"

      Delete
  2. Aku baca novel ini bbrpa tahun lalu mba. Sukaaaa bangettttt. Tapi memang karya2 Laksmi Pamuntjak semuanya bagus sih👍👍. Aku tuh paliiiing suka kisah berlatar sejarah, walopun alur maju mundur, tapi smooth akhirnya. Bisa menjelaskan semua pertanyaan2 yg muncul di awal. Benang merahnya langsung kesambung semua . Ga gampang bikin cerita gitu. Saluuut memang Ama penulisnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju sama mba Fanny, tulisan-tulisan Laksmi Pamuntjak bagus-bagus. Enak banget dibaca, kayak ngalir lancar gitu lho kata-katanya. Benerrr dan Laksmi ini pakai riset mendalam juga tentang sejarah yang dia angkat lewat tulisannya.

      Delete
  3. Mba Endah keren 500an kelar 3 hari 😁😁. Tapi kalau memang bukunya nggak bakal kerasa, ngalir aja.

    Tbh, aku belum pernah tahu judul yang ini, tapi yang Aruna dan Lidahnya pernah baca reviewnya doang hahaha.

    Beberapa hari yang lalu, aku juga baca buku yang latar belakangnya 1950an mba, judulnya Entrok. Kalau disini diceritakan paea petugas berseragam usai penjajahan itu suka semena-mena terhadap rakyat. Siapa yang berani speak up angkat suara, gampang saja dicap PKI kemudian di penjara atau disiksa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk makasih mba Sovia, the power of kepepet jadinya bisa. xD

      Aruna dan Lidahnya aku udah pernah baca, indah kata-katanya tapi dari segi konflik bukan konflik yang bombastis menurutku. Kalau mba Sovia suka bacaan tentang kulineran kayaknya Aruna dan Lidahnya bisa jadi bahan bacaan.

      Wah...makasih infonya, buku Entrok ternyata ada di iPusnas hihihi. Langsung ngantri buat pinjem. xD

      Delete

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top