Like a Dog with Two Tails

Like a dog with two tails adalah sebuah idiom dalam bahasa Inggris yang digunakan untuk menggambarkan seseorang ketika merasa sangat bahagia terhadap sesuatu (Cambridge Dictionary). Sedangkan idiom menurut KBBI artinya adalah "konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya". Jadi idiom like a dog with two tails saya rasa pas menjadi judul postingan ini karena berisi tentang tiga hal yang membuat saya bahagia.

Tanpa banyak basa-basi, mari langsung saja ke tiga hal tersebut:

1. Gemas dengan gambar sendiri😂

Ini berhubungan dengan 365 Day Sketchbook Challenge 2021 yang saya ikuti dari kanal YouTube Moriah Rosie. Tentang tantangan tersebut pernah saya singgung sedikit di postingan Learning Korean 9 Years Later. Tantangan menggambar ini baru saya mulai di pertengahan bulan Januari (tepatnya tanggal 13), jadi di bulan itu agak rapelan menyelesaikan tanggal-tanggal yang terlewat.

 

Nah, di bulan Februari ini lain cerita, saya menggambar lebih teratur satu hari satu gambar karena sudah mulai dari tanggal 1. Di bulan ini saya bertekad untuk menggambar gaya kawaii dan memakai latar belakang warna pink dengan lope-lope merah di sekeliling objek gambar. ❤

 

Gaya menggambar kawaii ini saya pilih karena benda-benda yang harus digambar bertema dessert. Cukup mudah mengaplikasikannya. Ketika melihat hasil gambar yang sudah banyak, kok jadi gemas sendiri karena...lucu ugha hasilnya. Not bad lah (narsisun mode on). 😂

Sneak peek of February drawing prompts👀

2. Akhirnya mendengar suara Lin Dan😭

Lin Dan adalah pemain bulutangkis terbaik dunia pada masanya. Saya rasa orang-orang Indonesia penggemar badminton tidak asing dengan nama pemain bulutangkis asal negara China ini. Dulu Lin Dan sering berhadapan dengan Taufik Hidayat di babak final.

Saya ngefans Lin Dan sejak duduk di bangku SMP. Sebagai anak baru gede, ketertarikan tentu muncul dari physical appearance dulu ya kan, kemudian ke prestasi-prestasi atlet yang bersangkutan. Nah, Lin Dan ini menurut saya waktu itu termasuk atlet yang ganteng hehehe (jujur banyak yang lebih ganteng dari Lin Dan sih waktu itu, misalnya Fu Haifeng, tapi apalah daya karena hati ini tertambatnya ke Lin Dan duluan *halah pret*).

Apakah salah menyukai seorang atlet karena dia ganteng? Ya enggak dong, suka-suka. *ditimpuk*

Ulang.

Apakah salah menyukai seorang atlet karena dia ganteng? Tentu tidak, selama tidak mengesampingkan  kemampuan sang atlet. Lin Dan ini istilahnya adalah target operasi saya yang tepat sasaran. Wajah oke, prestasi luar biasa. 👌

Tahun 2004, pertandingan perebutan Piala Thomas dan Uber diselenggarakan di Jakarta. Di babak final, tim putra China berhadapan dengan tim putra Denmark. 

Saya mendukung siapa? Sudah pasti tim China karena ada Lin Dan. 😆 Tidak hanya itu sih alasannya, tim putra Denmark tidak saya dukung waktu itu karena di semifinal mengalahkan tim putra tanah air tercinta huhuhu.

Hasil akhirnya tim putra negeri tirai bambu berhasil membawa pulang Piala Thomas, dikawinkan dengan Piala Uber karena tim putrinya juga menang. Nah, headline koran Jawa Pos waktu itu menampilkan Lin Dan sedang mengangkat Piala Thomas, tapi saya nggak tahu karena kurang informasi. Besoknya saudara saya bilang kalau koran kemarin ada foto Lin Dan gede banget di halaman depan. :)))

 

Perjuangan seorang bucin pun dimulai dari sini.

Waktu itu pulang sekolah, saya muter-muter nyari koran Jawa Pos edisi kemarin dari satu toko majalah ke toko majalah lain di sekitar sekolah. Nggak ada. Sudah kehabisan. Rasanya beneran mau nangis, kayak...ya Allah bagaimana hamba bisa menjalani hidup kalau nggak ada foto Lin Dan di tangan. Sangat lebay ala cewek abege. Hingga akhirnya dapat informasi dari ibu-ibu pemilik salah satu toko majalah kalau koran edisi kemarin kemungkinan besar masih ada yang jual di terminal kota.

Berangkat? Jangan ditanya.

Sesampainya di terminal yang dimaksud, saya dan seorang teman (yang saya seret paksa untuk menemani) bertanya ke abang-abang penjual koran satu ke abang-abang penjual koran yang lain.

Dapat? DAPAT. 😭😭😭🎉

Waktu teman saya itu tanya Lin Dan yang mana, saya beri tahu. Kemudian dia nyeletuk, "Oalah kok gantengan orang di sebelah kanannya." Ini kalau nggak ingat dia sudah banyak membantu gitu palanya w jitak beneran. 😂

Besoknya foto di koran itu saya gunting dan saya bawa ke tempat fotokopi untuk...dilaminating. 😂 Saking takut fotonya lecek beb, semacam harta yang paling berharga aja pokoknya. Beginilah kalau saya sedang bucin dengan seorang public figure bisa sampai segitunya.

Ini lho foto Lin Dan dari koran Jawa Pos yang saya maksud, hehehe.

Nyatanya walaupun sudah dari piyik jadi penggemar Lin Dan, saya baru tahu suaranya seperti apa ya di bulan ini. 😭 Thanks to the technology. 

 

Dulu kalau bukan tim bulutangkis Indonesia yang menang, wawancara sang juara sering dipotong oleh stasiun televisi yang menayangkan acaranya. Di samping itu, pertandingan badminton juga tidak sesering sekarang penayangannya. Akibatnya ya saya mana tahu bagaimana suara Lin Dan. Ya dengar sih kalau dia lagi teriak-teriak di lapangan, tapi kan bukan suara ngomong ya. :(

Suatu malam di tanggal 22 Februari 2021, saya tiba-tiba kepikiran, "Oh iya, Lin Dan itu suaranya seperti apa ya?". Kemudian berselancar di YouTube dan menemukan dua video wawancaranya dengan BWF (Badminton World Federation) (Part 1 | Part 2).

 

Suaranya sesuai dengan suara yang ada dalam bayangan saya. Ya nggak yang seratus persen akurat, hanya saja saya tidak kaget karena sesuai ekspektasi. Yang kaget itu contohnya suara perenang Jepang bernama Ryosuke Irie. Saya kira dari wajahnya, suaranya besar ternyata enggak.

3. Makan es krim Viennetta😋

AKHIRNYA!!! Setelah heboh di Twitter tahun lalu, es krim yang dulunya identik dengan image anak-anak orang kaya saja yang bisa menikmati, perusahaan Wall's memproduksi lagi es krim Viennetta. Hal ini untuk mewujudkan keinginan rakyat jelata yang pada masa kecilnya dulu hanya ngiler melihat iklan dan tidak sempat mencicipi es krim ini. 😂

Awal peluncuran kembali Viennetta ke masyarakat, tentu saja sold out di mana-mana. Saya sampai ogah ikutan berburu karena kok susah amat ya Allah bahkan ketika sudah bisa beli sendiri. 😭 Hanya bisa gigit jari ketika melihat teman yang update foto Viennetta di akun sosial medianya.

 

Lama-lama kehebohan es krim ini turun. Ada rumor juga yang mengatakan es krim ini sudah tidak akan diproduksi lagi. Waktu itu saya mikirnya ngenes banget lah udah emang segitu nggak jodohnya dengan Viennetta.

Lama nggak kepikiran, dan memang selalu nggak ada juga kalau mampir ke minimarket terdekat, eh dua hari yang lalu ada. Ceritanya, saya mampir ke sebuah minimarket yang ada di pinggir jalan alternatif yang selalu saya lewati setiap berangkat dan pulang kerja. Tempatnya nggak terlalu ramai, malah bisa dibilang agak sepi. Waktu iseng melongok ke kulkas es krimnya, ada dua kotak Viennetta. Langsung saya ambil satu kotak tanpa ragu. 😂

Saya nggak langsung makan es krimnya begitu sampai rumah. Malah ditinggal main Twitter dulu, lupa kalau habis beli es krim. Begitu ingat dan saya buka kotaknya, bentuk es krimnya sudah meleyot leleh sebagian. 😂 Yaudah nggak apa-apa yang penting masih bisa dimakan.

 

Viennetta ternyata rasanya seperti rasa es krim cokelat dan vanilla pada umumnya ya, tapi yang enak. Ada lempengan cokelat juga di bawahnya yang rasanya manis banget. 🍫

Keinginan masa kecil terwujud. Yeay! I'm so happy!

Bulan ini rasanya kondisi mental sedang tiarap. Begitu baca tema CR Challenge #2 tentang tiga hal yang menyenangkan di bulan ini, rasanya seperti menemukan silver lining di tengah badai. Terima kasih Kak Eno untuk tema tantangannya kali ini membantu sekali. 💖

*