April 11, 2022

Tentang Tetralogi Gadis-Gadis March


Hello! Today I want to talk about four books which I'm sure sebagian besar dari kamu sudah pernah membaca salah satu buku atau minimal pernah mendengar judul buku dan/atau nama penulisnya. Empat buku yang akan saya bahas di postingan ini adalah novel klasik yang ditulis oleh Louisa May Alcott (versi aslinya terbit pada tahun 1800-an), yaitu Little Women, Good Wives, Little Men, dan Jo's Boys. Tentu saja yang saya baca adalah versi terjemahan, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, dan tersedia di iPusnas.


Little Women (Gadis-Gadis March) [378 hlm.]
Novel Little Women menceritakan tentang kehidupan keluarga March yang mempunyai empat orang putri, tinggal di daerah Concord, Amerika Serikat pada abad ke-19. Keempat putri March itu adalah Meg si sulung yang cantik, Jo yang tomboi, Beth yang rapuh, dan Amy si bungsu yang artistik. Mereka bertetangga dengan seorang pemuda bernama Laurie, yang menjadi teman mereka sejak kecil. Keempat gadis March berusaha meraih impian masing-masing di tengah kondisi keluarga yang berat dan sedang ditinggal sang ayah yang harus ikut berperang. Beruntung ada sang ibu yang selalu membantu menenangkan jiwa-jiwa muda mereka dengan nasihat-nasihat yang menyejukkan.
 
Mrs. March, alias ibunda Meg, Jo, Beth, dan Amy, ingin putri-putrinya tumbuh menjadi wanita-wanita yang cantik, berhasil, dan baik; dikagumi, dicintai, dan dihormati; mendapat masa muda yang ceria; menikah degan baik-baik dan bijaksana; menjalani hidup yang berguna dan menyenangkan, dengan sesedikit mungkin kekhawatiran dan kesedihan yang merupakan cobaan untuk mereka (cobaan yang dinilai pantas oleh Tuhan). Menurut Mrs. March, dicintai dan dipilih oleh seorang pria yang layak adalah hal terbaik dan terindah yang bisa didapatkan seorang wanita. Memikirkan, mengharapkan, dan menantikannya adalah hal yang wajar. Ketika Meg sedang berada di fase itu, Mrs. March menasihatinya untuk bijaksana dalam menyiapkan diri untuk menyambut pengalaman luar biasa tersebut. Jadi, saat tiba waktunya nanti, Meg akan siap menghadapi tugas-tugasnya, serta layak mendapatkan kebahagiaan itu.
 
Mrs. March memang punya ambisi untuk anak-anaknya, tetapi beliau tidak memimpikan mereka menjadi gadis yang memesona di pesta-pesta, atau menikah dengan pria kaya hanya karena pria tersebut berharta, atau tinggal di rumah mewah yang tidak terasa seperti rumah karena rumah itu tidak dihangatkan dengan cinta. Bagi Mrs. March, uang memang diperlukan dan berharga (apalagi jika digunakan dengan benar, uang adalah sesuatu yang mulia), tetapi beliau tidak akan pernah menginginkan keempat putrinya melihat uang sebagai hal pertama atau satu-satunya tujuan untuk diperjuangkan. Mrs. March lebih suka melihat Meg, Jo, Beth, dan Amy menjadi istri seorang pria miskin asalkan mereka bahagia, dicintai, dan merasa nyaman daripada menjadi ratu-ratu di atas singgasana, tanpa kehormatan diri dan kedamaian.
 
Jo berpendapat bahwa lebih baik menjadi perawan tua yang bahagia, ketimbang menjadi istri yang menderita, atau gadis-gadis yang tidak menjaga kehormatan dan berkeliaran mencari-cari suami. Pendapatnya itu diamini oleh Mrs. March. Sedangkan Meg sebenarnya resah dan takut menjadi perawan tua. Namun, Mrs. March selalu mempunyai kata-kata baik untuk menenangkan putri pertamanya itu. 
 
"Jangan khawatir, Meg. Kemiskinan tidak akan membuat kekasih yang tulus menjauh. Beberapa wanita terbaik dan yang paling terhormat yang aku tahu adalah orang-orang miskin, tetapi mereka begitu layak dicintai sehingga mereka tidak dibiarkan menjadi perawan tua. Pasrahkan hal-hal ini kepada waktu, buatlah rumah ini menjadi rumah yang membuatmu bahagia, agar kau kelak pantas berada di rumahmu sendiri, jika itu ditawarkan kepadamu, dan tetap nyaman berada di sini jika tidak," kata Mrs. March.
 
Selain tentang pasangan hidup, petuah-petuah Mrs. March kepada keempat putrinya tentang life in general adalah sebagai berikut:
  1. Ketika kau merasa tidak puas, hitunglah berkatmu dan bersyukurlah.
  2. Resapi dengan segenap hati dan jiwamu untuk menguasai watakmu yang pemberang, sebelum ia membawa kesengsaraan dan penyesalan yang lebih besar (Mrs. March to Jo).
  3. Semakin kau mencintai dan percaya kepada-Nya, akan semakin kau dekat kepada-Nya, dan semakin berkuranglah kebutuhanmu akan kekuatan serta kebijaksanaan manusia. Cinta dan kasih sayang-Nya tidak akan pernah surut atau berubah, tidak akan bisa diambil darimu, dan akan dapat menjadi sumber kedamaian, kebahagiaan, dan kekuatan sepanjang hidupmu. Yakinlah akan hal ini sepenuh hati, dan utarakan kepada Tuhan semua kekhawatiran, harapan, dosa, dan kesedihanmu, sebebas dan seterbuka engkau kepada ibumu.
  4. Kusarankan kalian mengerjakan lagi tugas-tugas kecil kalian (tugas-tugas sekolah dan rumah tangga); memang ada kalanya itu terasa berat, namun tugas-tugas itu membawa manfaat, dan akan terasa ringan setelah kita mengetahui cara memikulnya. Bekerja adalah sesuatu yang sehat, dan ada banyak pekerjaan untuk semuanya; bekerja mencegah kebosanan dan kenakalan; baik untuk tubuh dan jiwa, serta memberi kita kekuatan dan kemandirian yang lebih baik ketimbang uang dan pakaian.
  5. Kalian tidak perlu bekerja habis-habisan seperti budak. Seimbangkan saja waktu bekerja dan bermain; jadikan setiap hari berguna sekaligus menyenangkan, dan buktikan bahwa kalian memahami nilai waktu dengan memanfaatkannya sebaik mungkin. Maka, masa muda akan berlalu penuh kesan, masa tua tidak diwarnai penyesalan, dan hidup akan membawa keberhasilan yang indah, meskipun di tengah kekurangan.
  6. Uang adalah hal yang baik dan berguna; dan kuharap anak-anakku tidak akan pernah merasa terlalu kekurangan, ataupun tergoda karena memiliki terlalu banyak. Jika gelar dan uang datang bersama cinta dan kebajikan, aku akan menerimanya dengan rasa syukur, dan merasa senang atas keberuntungan kalian. Tetapi, dari pengalaman, aku tahu betapa kebahagiaan yang sejati bisa dirasakan dalam sebuah rumah sederhana yang para penghuninya bekerja mencari nafkah dengan sungguh-sungguh, dan sedikit kesulitan menjadi bumbu bagi kemewahan-kemewahan yang sesekali hadir. 
  7. Ingatlah satu hal, anak-anakku, seorang ibu selalu siap menjadi tempat kalian menceritakan apa pun, seorang ayah menjadi sahabat, dan kami berdua percaya dan berharap bahwa putri-putri kami, menikah ataupun tidak, akan menjadi kebanggaan dan sumber kenyamanan hidup kami.
 
 
Good Wives (Little Women Part 2): Istri-Istri yang Baik [416 hlm.]
Di buku kedua ini, gadis-gadis March, yaitu Meg, Jo, Beth, dan Amy, telah dewasa. Ayah mereka, Mr. March, telah pulang dengan selamat dari medan perang. Begitu juga John Brooke, kekasih Meg. Jo yang tomboi sedang belajar untuk menjadi lebih anggun. Beth semakin ramping dan pendiam, matanya yang indah selalu menyorotkan kebaikan. Sedangkan Amy, pada usia enam belas tahun, memiliki pembawaan seperti wanita dewasa. Keempat gadis March, dengan didampingi ibu mereka yang bijak, menemukan cinta mereka masing-masing dan menyambut masa depan.
 
Pemikiran Meg, Jo, Beth, dan Amy terlihat makin matang, bijak, dan dewasa di buku kedua ini. Ketika salah satu dari mereka (I'm sorry I forgot the details, sepertinya Meg) diperlakukan dengan tidak baik oleh orang lain, dia tidak harus melakukan hal yang sama kepada orang itu karena dia tidak suka sikap seperti itu. Meskipun menurutnya dia berhak merasa tersinggung, Meg tidak ingin menunjukkannya. Orang-orang yang menyinggungnya itu justru akan merasa lebih malu karenanya, daripada menerima kata-kata kemarahan atau tingkah berang. Pilihan Meg tersebut dibenarkan oleh Mrs. March. Berdasarkan pengalaman beliau, kelembutan selalu merupakan balasan yang terbaik bagi pukulan, walaupun terkadang memang sulit untuk memberikannya.

Sementara itu, Jo, yang memang sedari awal adalah anak yang paling enerjik seperti bola bekel yang mental kesana kemari, merasa bahwa ayah dan ibunya memiliki aturan yang sedikit ketat untuk anak-anaknya. Jo merasa sedikit terkekang, kemudian dia sadar dan lebih baik bersyukur atas "ayah dan ibu yang tidak longgar". Bagi jiwa-jiwa muda, aturan-aturan dari orangtua terasa seperti dinding penjara. Namun, saat mereka memasuki masa-masa dewasa, prinsip-prinsip hidup yang baik itulah yang akan menjadi landasan bagi keteguhan karakter seseorang.
Jo menemukan rasa iba di dalam hatinya bagi mereka yang tidak memiliki orang-orang yang menjaga mereka dengan prinsip-prinsip itu.

Paragraf-paragraf favorit dari buku kedua ini (agak panjang dan saya nggak bisa menuliskannya dengan bahasa sendiri wkwk, brace yourself), yaitu:
  1. Jangan sembunyikan dirimu di dalam tempurung hanya karena kau perempuan. Alih-alih, pelajarilah apa saja yang tengah berlangsung, dan didik dirimu sendiri agar kau bisa turun tangan di tengah masyarakat, karena hal ini akan mempengaruhi dirimu dan keluargamu. (hlm. 257-258) 
  2. Pada usia dua puluh lima, usia tiga puluh seolah merupakan akhir segalanya. Tapi sebenarnya tidak seburuk itu. Siapa pun bisa menjalaninya dengan bahagia apabila ia punya kekuatan di dalam dirinya yang bisa ia andalkan. Para gadis mulai membicarakan kemungkinan menjadi perawan tua di usia dua puluh lima. Namun diam-diam mereka bertekad akan membalikkan keadaan. Kemudian menginjak usia tiga puluh, topik itu tidak lagi dibicarakan. Para gadis ini akan menerima kenyataan dan, jika punya cukup akal sehat, akan menghibur diri dengan membayangkan dua puluh tahun berikutnya--tahun-tahun yang berguna dan bahagia, ketika mereka akan belajar menjalani usia dengan anggun. Janganlah kalian tertawakan para perawan tua. Sering kali ada kisah cinta memilukan tersembunyi di dalam hati yang berdenyut begitu tenangnya di balik gaun-gaun mereka. Dan pengorbanan masa muda, kesehatan, ambisi, serta cinta itu sendiri, membuat wajah-wajah yang menua tampak indah di hadapan Tuhan. Bahkan perawan-perawan tua yang bertampang masam pun harus diperlakukan dengan lembut, setidaknya karena mereka tidak pernah merasakan episode terindah dalam kehidupan seorang manusia. Tataplah mereka dengan kasih sayang, bukan benci. Gadis-gadis muda harus ingat bahwa kemudaan mereka pun akan berlalu--pipi-pipi yang bersemu merah tidak akan hadir selamanya dan helai-helai kelabu akan muncul di sela-sela rambut cokelat. Kelak kebaikan hati dan rasa hormat akan terasa semanis cinta dan kekaguman saat ini. (hlm. 333)
  3. Pria-pria, termasuk anak-anak lelaki, bersikaplah hormat terhadap para perawan tua, betapapun miskin, tidak menarik, dan kakunya mereka. Satu-satunya kegagahan yang layak dimiliki adalah sikap siaga untuk selalu menghormati orang-orang tua, melindungi mereka yang lemah, dan melayani kaum perempuan tanpa melihat pangkat, usia, maupun warna kulit. Ingat-ingatlah para bibi yang tidak hanya menceramahi dan mengomelimu, tetapi juga merawat dan menyayangi--sering kali tanpa menerima ucapan terima kasih. Ingatlah pertolongan mereka saat kau mengalami kesulitan, "tip" yang dibagikan dari persediaan mereka, jahitan yang dibuat jari-jari tua nan sabar, serta langkah-langkah yang diambil kaki-kaki tua mereka. Lalu, sebagai bentuk rasa terima kasihmu, berikanlah perhatian kepada perempuan-perempuan tua ini, sebagaimana diinginkan setiap perempuan sepanjang usia mereka. (hlm. 334)
 
 
Little Men (Anak-Anak Plumfield) [432 hlm.]
Buku ketiga ini menceritakan kehidupan anak-anak Jo, Meg, dan Amy serta beberapa anak-anak lainnya yang yatim piatu di Sekolah Plumfield. Jo telah menikah dengan Profesor Bhaer dan memiliki dua anak lelaki yang diberi nama Teddy dan Rob Bhaer. Meg menikah dengan John Brooke dan memiliki tiga anak bernama Demi, Daisy, dan Josephine Brooke. Sementara Amy menjadi istri Laurie dan dikaruniai seorang putri cantik bernama Bess Laurence.
 
Jo mendapat warisan estat Plumfield dari Bibi March dan dia mengubahnya menjadi sekolah. Kehidupan Jo, sebagai ibu, istri, dan pengurus sekaligus pengajar di sekolah, menjadi sangat sibuk. Meski dibantu para anggota keluarga March lainnya, mengurus begitu banyak anak sangat merepotkan. Ada-ada saja ulah mereka yang kadang menjengkelkan, tetapi Jo dan Mr. Bhaer selalu berusaha mengatasi berbagai masalah yang timbul dengan sabar dan bijaksana, serta penuh kasih sayang.

Sekolah Plumfield diibaratkan sebagai sebuah kebun kecil penuh bunga indah yang separuh tersembunyikan oleh rumput-rumput liar. Yang diperlukan adalah tangan-tangan baik dan sabar untuk merawatnya, membuat tunas-tunas hijau tumbuh subur, menjanjikan bunga-bunga indah yang mekar dalam kehangatan cinta dan kasih sayang, iklim terbaik untuk semua hati dan jiwa muda di seluruh dunia. Karena cinta dan kasih sayang bisa tumbuh di tanah mana saja, dapat menciptakan keajaiban yang manis, tak terkalahkan oleh bekunya musim gugur atau salju musim dingin, berkembang mekar sepanjang tahun memberkati mereka yang memberi dan menerima.
 
Jo memiliki cita-cita yang tidak muluk-muluk untuk sekolah Plumfield. Dia hanya ingin memberi anak-anak sebuah rumah tempat mereka bisa diajari beberapa hal sederhana. Hal-hal yang akan membantu hidup mereka lebih ringan saat mereka harus berjuang di dunia, yaitu: kejujuran, keberanian, kerajinan, percaya pada Tuhan, pada sesama makhluk, dan pada diri mereka sendiri.
 
Jo "hanya" bertugas mencintai anak-anak disekolahnya dan membiarkan mereka mengetahui hal itu, selebihnya adalah tugas Mr. Bhaer. Menurut Mr. Bhaer, bahasa Latin, Yunani, dan matematika memang perlu, tetapi dalam pengetahuan kepribadian, kemampuan untuk berdiri sendiri, dan kemampuan mengendalikan diri lebih penting lagi.
 
Jo dan Mr. Bhaer percaya bahwa harapan-harapan dan rencana kecil anak-anak harus dihormati oleh orang-orang dewasa dan tidak secara kasar dibatalkan dan ditertawakan. Mereka berdua juga tidak menggunakan hukuman fisik dalam mendidik anak-anak. Hal ini karena ketika masih kecil, Jo pernah dicambuk oleh Mrs. March. Kemudian ketika hukuman tersebut selesai, Jo kecil berpaling pada ibunya dan berkata, "Ibu juga jahat. Ibu juga harus dipukul!". Mrs. March tertegun oleh perkataan Jo. Kemarahannya hilang dan beliau berkata, dengan rasa malu, "Kau benar, Jo. Mengapa aku menghukummu dalam kemarahan, padahal aku memberimu contoh buruk ini. Maafkan aku, Sayang, mari kita saling membantu untuk menjadi baik." Jo tidak pernah melupakan hal itu. Kata-kata tersebut lebih bermakna baginya daripada selusin cambukan.

Daniel Kean, anak dengan watak dan karakter paling rumit di Plumfield pun tidak pernah dipukul oleh Jo. Watak dan karakter Dan terbentuk dari pengalaman kerasnya di jalanan.
Dan menjadi pribadi yang lebih baik dengan cinta dan kepercayaan yang dilimpahkan Jo kepadanya. Jo merasa, semakin ia mengekang kehendak Dan, akan semakin kuat keinginan anak itu untuk melawan. Namun, jika dibiarkan bebas, perasaan kebebasan itu akan cukup untuk memuaskan Dan.
 
Didikan-didikan lain dari Jo dan Mr. Bhaer untuk anak-anak Plumfield adalah sebagai berikut:
  1. Kebersihan nama lebih berharga daripada emas. Jika keduanya hilang, uang sebanyak apa pun tidak bisa membelinya. Kepercayaan pada sesama sahabat membuat hidup lancar dan bahagia. Tak ada yang bisa menggantikannya.
  2. Dunia ini dibangun oleh berbagai macam manusia. Pekerja dan pelajar sangat diperlukan. Semua punya tempat. Pekerja juga harus belajar. Dan pelajar harus tahu cara bekerja.
  3. Tuhan menolong mereka yang menolong dirinya sendiri.
  4. Kita tinggal di dunia yang indah dan mengagumkan, makin banyak yang kauketahui, makin bijaksana dan makin baik dirimu.
  5. Menjadi 'baik' itu adalah yang terpenting dari semuanya.

Mengenai poin nomor 5, secara khusus Mr. Bhaer bercerita tentang kehidupan John Brooke, ayah dari Demi dan Daisy Brooke. Cerita Mr. Bhaer cukup panjang dan terlalu sayang jika tidak disertakan secara lengkap, ceritanya seperti ini:
 
"Mari kuceritakan tentang John Brooke, dan mengapa orang-orang menghormatinya, dan mengapa dia puas menjadi 'baik' saja dan bukannya 'kaya' atau 'terkenal'. Dia hanya mengerjakan tugasnya dalam segala hal. Dengan senang hati. Dengan sepenuh hati. Dan ini membuatnya sabar serta berani, dan bahagia walaupun harus hidup dalam kemiskinan dan kesepian, dan tahun-tahun kerja keras yang panjang. Dia seorang anak yang baik. Dia melepaskan cita-citanya, memilih tinggal dan merawat ibunya. Dia seorang sahabat yang baik dan mengajari Laurie banyak sekali di samping bahasa Latin dan Yunani-nya. Dia melakukannya tidak secara langsung, hanya memberi contoh bagaimana seorang yang tulus dan lurus menjalani kehidupan. Dia pekerja yang setia, membuat dirinya sangat bernilai bagi yang mempekerjakannya hingga mereka sulit mencari ganti dirinya. Ia suami dan ayah yang baik, lembut dan bijaksana serta berperasaan. Laurie dan aku belajar banyak darinya, dan tahu betapa dia mencintai keluarganya ketika kami menemukan apa yang telah dilakukannya untuk mereka secara diam-diam dan tanpa dibantu siapa pun."

Mr. Bhaer berhenti sejenak. Anak-anak itu diam bagai patung di bawah cahaya bulan, sampai ia melanjutkan dengan suara pelan tapi bersungguh-sungguh, "Ketika dia sedang meregang nyawa, aku berkata padanya, 'Jangan khawatirkan Meg dan anak-anak. Akan kuurus mereka.' Dia tersenyum dan, memegang tanganku dan menjawab, dengan gayanya yang ceria, 'Tak perlu. Aku telah menyiapkan segalanya untuk mereka.' Dan memang. Ketika kami melihat surat-suratnya, semua sudah disiapkan. Tak ada utang. Dan sejumlah uang telah disisihkan agar Meg bisa hidup layak dan bebas. Barulah kami tahu mengapa dia hidup begitu sederhana, tidak tergiur begitu banyak kesenangan. Kecuali untuk beramal. Dan kenapa dia begitu keras bekerja hingga mungkin itulah sebabnya hidupnya jadi pendek. Dia tak pernah meminta bantuan untuk dirinya sendiri, walaupun sering minta bantuan untuk orang lain. Dia menanggung bebannya sendiri, dan melakukan tugasnya dengan berani dan diam-diam. Tak ada yang bisa mengeluhkan sesuatu tentangnya, dia sangat murah hati dan adil. Dan kini, saat dia telah pergi, semua orang hanya bisa mencintai, memuji, dan menghormatinya, membuatku bangga menjadi temannya. Aku lebih suka mewariskan kepada anak-anakku, seperti yang diwariskannya untuk anak-anaknya, daripada uang sebanyak apa pun. Ya. Kebaikan yang murah hati dan sederhana adalah modal terbaik untuk membangun bisnis dalam kehidupan ini. Itu abadi, sementara kemasyhuran dan uang bisa habis. Dan hanya itu yang bisa kita bawa saat meninggalkan dunia. Ingatlah itu, Anak-anak, kalau kalian menginginkan kehormatan, kepercayaan, dan kasih sayang, ikutilah jejak John Brooke." (hlm. 370-372)
 
 
Jo's Boys (Sepuluh Tahun Kemudian) [416 hlm.]
Banyak yang terjadi dalam rentang waktu sepuluh tahun setelah berbagai peristiwa yang dikisahkan di buku Little Men (Anak-Anak Plumfield). Anak-anak dari Sekolah Plumfield kini telah dewasa dan mengambil jalan masing-masing. Tidak selamanya semua berjalan sesuai harapan dan rencana, namun bekal pengetahuan dan kasih sayang yang mereka peroleh selama ini banyak membantu perjalanan masing-masing anak.
 
Hal-hal menarik dari buku keempat ini adalah:
  1. Amy merupakan bukti yang menunjukkan bahwa wanita dapat menjadi ibu dan istri tanpa mengorbankan bakat khusus yang dianugerahkan pada mereka, demi perkembangan diri mereka serta kebaikan orang lain. (hlm. 29)
  2. Bahwa ayah pun harus ambil bagian dalam pendidikan anak-anak, baik lelaki ataupun perempuan. (hlm. 33)
  3. Begitulah mestinya tugas utama para orangtua. Mereka tak boleh menutup-nutupi apa yang mungkin terjadi dengan kenyamanan palsu. Mereka harus bisa memberi peringatan dini untuk menumbuhkan pengetahuan dan pengendalian diri, yang akan menjadi petunjuk arah saat mereka yang muda ini meninggalkan rumah yang aman. (hlm. 42)
  4. Jo Bhaer: "Aku akan mengatakan agar mereka diperkenankan bermain, berlarian, membentuk tubuh yang sehat dan kuat sebelum membicarakan tentang karier. Anak-anak itu akan tahu sendiri apa yang cocok bagi mereka kalau mereka dibiarkan memilih sendiri dan tidak dipilihkan." (hlm. 59)
  5. Jo Bhaer: "Dapatkan kesenanganmu, Sayang. Tetapi jika kau yang harus mencari nafkah, cobalah membuat pekerjaanmu menyenangkan, kerjakan dengan keriaan. Jangan bumbui dengan perasaan kecewa. Aku pernah merasa pekerjaanku adalah nasibku yang terburuk--aku harus merawat seorang wanita tua yang sangat cerewet. Tetapi buku-buku yang kubaca di perpustakaannya yang sepi ternyata kemudian sangat berguna bagiku. Dan wanita tua itu kemudian mewariskan Plumfield padaku karena pelayanan yang ceria dan penuh kasih. Aku tak layak mendapatkannya, tetapi aku memang selalu mencoba untuk bersikap ceria dan sabar. Dan aku selalu mencoba mendapatkan banyak madu dari pekerjaanku, semua berkat bantuan dan saran ibuku." (hlm. 324-325)
 
🌹🌹🌹🌹
 
Overview...
Little Men menjadi buku pertama dari tetralogi karya Louisa May Alcott di iPusnas yang saya baca, kemudian Good Wives, Little Women, dan terakhir Jo's Boys. Kenapa acak begitu? Karena tergantung dari ketersediaannya di iPusnas. 😅 Tapi hal ini malah membuat saya nggak heran dengan cara Jo mendidik anak-anak di Little Men. Jo sendiri mendapat teladan yang baik dari Mrs. March di buku Little Women dan Good Wives. I think Mrs. March is the real hero in this tetralogy. 💗

Sebenarnya yang harus antre panjang hanya Little Women dan Good Wives, Jo's Boys masih tersedia banyak untuk dipinjam. Jadi, begitu mendapat dua buku yang antrenya panjang, ya harus segera diselesaikan sebelum masa pinjamnya kedaluarsa ye kan.
 
Kesan yang saya dapat ketika membaca Little Women dan Good Wives adalah...bacanya bisa cepat karena rasanya mengalir lancar. Kehidupan gadis-gadis March sangat seru untuk diikuti. Sedangkan ketika membaca Little Men, saya perlu mengambil waktu untuk mengingat nama anak-anak, karakter, dan silsilah keluarga mereka yang banyak sekali di dalam bukunya. 😅 Setelah itu, ya cukup lancar lah menyelesaikan Little Men.
 
Yang lama saya selesaikan bacanya itu Jo's Boys, sampai delapan kali pinjam baru selesai wkwk. Padahal harusnya bisa cepat karena sudah hafal tokoh-tokohnya, entah saya yang bosen atau ceritanya yang bosenin *PLAK!* jadinya lama baru selesai. Tapi akhirnya lega sih begitu menyelesaikan Jo's Boys, jadi tahu ending masing-masing tokoh dari tetralogi ini. Bu Louisa rasa-rasanya agak tengil juga ketika akan mengakhiri Jo's Boys, masak mau ditutup dengan gempa bumi dahsyat yang menelan Plumfield beserta seluruh penghuninya ke dalam perut bumi. :))) Untungnya nggak diakhiri seperti itu. 🙏

Last but not least, shout out untuk Ratu Lakhsmita Indira selaku desainer dan ilustrator sampul tetralogi Gadis-Gadis March terbitan Gramedia Pustaka Utama. Keempat sampulnya so cute! >.<


*

6 comments :

  1. Woaaa Kak Endah malah sudah baca semuanyaaa! Jo’s Boys aku masih nangkring di lemari dan belum disentuh nih 😂. Little Men iyaaa waktu awal agak susah hafalin nama anak-anaknya karena setiap bab beda cerita, tapi begitu udah hafal langsung bisa cepat bacanya 🤣. Aku belum baca Little Women dan Good Wives nih. Malah langsung nonton Little Women di Netflix. Saat baca Little Men, karakter Jo yang terbayang di pikiranku itu seperti Jo yang di Netflix dan aku merasa penggambarannya cocok 🙈. Kak Endah udah nonton juga kalau nggak salah ya?
    Kalau disuruh mengurutkan tetralogi ini dari seri yang terfavorit sampai yang terbiasa, menurut Kak Endah yang mana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. HEHEHE nggak bisa nunda aku Li kalau ada novel yang berseri begini, harus dibabat habis kalau seri sebelumnya udah baca dan menarik hati. HAHAHAHAHA AYO DIBACA BUKUNYA WEY. xD Kapan nih JanexLiaRC temanya cover warna biru? xD *pede banget kayak buku yang kamu punya itu warna biru aja*

      Iya Liii ya ampun, pas baca Little Men awal-awal itu kayak...hah sebentar ini anak yang mana ya, lhoh sebentar ini bukannya yang ini? oh salah ternyata yang itu, wkwkwk lama-lama akhirnya hafal juga. Little Women sama Good Wives malah lebih enak dibacanya Li kalau menurutku.

      IYAAA PERNAH! Yang versi lawas Jo-nya Winona Ryder, betul cocok banget karena emang udah dewasa gitu penampilannya.

      Hmmm...urutan terfavorit sampai terbiasa versiku itu sesuai dengan urutan novelnya Li, wkwk: Little Women, Good Wives, Little Men, Jo's Boys.

      Delete
    2. Wkwkwk aku nggak punya yang covernya biru, Kakk 🤣. Jo's Boys aku yang udah cover baru klasik Gramedia, yang ada logo mawar merahnya 🙈. Pas banget sekarang aku lagi bacaaa! Baru awal-awal, tapi aku kok sedih yaa soalnya udah pada besar 🤣

      Sekarang aku lagi ngalamin hal itu kembali saat baca Jo's Boys karena udah kelamaan rentang waktunya sejak baca Little Men. Sekarang jadi mikir ulang, ini anak yang mana ya? Ini dulu anak yang ngapain ya? 🤣

      Iiiihh jadi penasaran pengin baca Good Wives! Kalau baca Little Women aku masih galau nih pilih tetap baca atau nggak usah. Ceritanya bagusan di buku atau film?

      Delete
    3. Aku googling dulu tau Li covernya. xD Ternyata warnanya banyakan merahnya ya, tapi tetep cute klasik. >.< Iya lho, makin sedih pas diceritain siapa aja yang udah nggak ada di dunia. :(

      Wkwkwkwk semangat ya ingat-ingat siapa yang mana dan gimana dulu masa kecilnya. :p

      BACAAA_BACA! Lebih lengkap di buku (ofc), cuman kalau udah tau filmnya tuh jadi nggak susah bayangin pas baca bukunya Li. Ya kamu paham lah gimana rasanya wkwk. Di filmnya kelihatan mampat banget kalau dibanding bukunya.

      Delete
  2. Oalah jadi ini semua termasuk tetralogi bukunya May alcott, pantesan judul bukunya mirip-mirip. Kak Endah baca keempat buku tsb dihabiskan dalam waktu berapa hari kah? 👀 biasanya kalo baca novel klasik rada membosankan wkwkwk.

    Berarti cerita nya termasuk drama keluarga ya kak kalau dilihat dari rangkuman Kak Endah diatas, setelah ini ada rencana mau baca novel klasik terjemahan lagi gak kak? 😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyesss. Berapa hari ya, sebentar aku hitung dulu. Little Women, Good Wives, sama Little Men masing-masing 5 hari. Jo's Boys 5 hari dikali 8 jadinya...40 hari. xD Totalnya berapa tuh jadinya...55 hari wkwk. Yang Jo's Boys sih aku ngerasa bosen pas baca, lainnya enggak. Baca tetralogi ini udah selesai awal tahun kemarin sebenernya, cuman baru sempet bikin ulasannya bulan ini. xD

      Iya juga ya ini drama keluarga. xD Kemane aje baru sadar. xD Aku pingin baca Pride and Prejudice sebenernya, cuman...nanti dulu lah yaw. Mau ngaso dulu. xD

      Delete

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top