Identitas Buku
Judul: Aruna dan Lidahnya (Sebuah Novel)
Penulis: Laksmi Pamuntjak
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Ilustrasi Sampul: Barata Dwiputra
Jumlah halaman: 430
Cetakan: Kedua, Maret 2015
ISBN: 978-602-03-0852-4
Aruna Rai, 35 tahun, belum menikah. Pekerjaan: Epidemiologist (Ahli Wabah). Spesialisasi: Flu Unggas. Obsesi: Makanan.
Bono, 30 tahun, terlalu sibuk untuk menikah. Pekerjaan: Chef. Spesialisasi: Nouvelle Cuisine. Obsesi: Makanan.
Nadezhda Azhari, 33 tahun, emoh menikah. Pekerjaan: Penulis. Spesialisasi: Perjalanan dan Makanan. Obsesi: Makanan.
Ketika Aruna ditugasi menyelidiki kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota seputar Indonesia, ia memakai kesempatan itu untuk mencicipi kekayaan kuliner lokal bersama kedua karibnya. Dalam perjalanan mereka, makanan, politik, agama, sejarah lokal, dan realita sosial tak hanya bertautan dengan korupsi, kolusi, konspirasi, dan misinformasi seputar politik kesehatan masyarakat, namun juga tentang cinta, pertemanan, dan kisah-kisah mengharukan yang mempersatukan sekaligus merayakan perbedaan antarmanusia.
Review:
Sebelum masuk ke reviewnya saya mau cerita sedikit tentang bagaimana akhirnya saya yang nggak terlalu suka baca buku fiksi ini akhirnya memutuskan untuk membaca novel 'Aruna dan Lidahnya'. Bulan September tahun 2018 silam ada sebuah film yang berjudul sama dengan novel ini dirilis di tanah air. Dari poster filmnya yang berseliweran di media sosial, saya dapati ada empat orang aktor/aktris papan atas Indonesia yang terpampang: Dian Sastro, Nicholas Saputra, Hannah Al-Rasyid, dan Oka Antara. "OMG ADA DISAS DAN NICSAP!!", begitu pikir saya waktu itu. Tapi kami nggak berjodoh (saya dan filmnya maksudnya, kalau sama mz nicsap ya mohon doanya saja *digamparin*), di bioskop-bioskop dekat tempat tinggal saya film tersebut sudah turun layar huhuhu sedih hati ini. Ya sudah baca novelnya saja daripada tidak sama sekali.
Sampul depannya berwarna biru telur asin dengan ilustrasi mangkuk bergambar ayam jago dan huruf kapital A di dalamnya. Mangkuk ini mengingatkan saya ke mangkuk bapak-bapak tukang bakso yang setiap petang berkeliling mendorong gerobaknya di sekitar tempat tinggal saya waktu saya masih kecil. Entahlah kalau sekarang, mungkin tetap. Sedangkan sampul belakangnya memuat foto sang penulis.
Hal-hal yang menarik dari isi novel ini menurut saya adalah:
- Prolog yang merupakan satu kalimat super panjang sepanjang delapan halaman. Walaupun begitu kalimat ini nggak bikin saya bingung. Penulisnya sangat piawai sekali menyusun kata-kata. Keunggulan utama novel ini memang ada pada pilihan kosakatanya, konfliknya sendiri nggak terlalu bombastis.
- Pemilihan judul bab yang membuat penasaran, seperti 'Sate Lalat dan Bebek Sayang Anak' dan 'Krim, Tiram, dan Bau Ikanku'. Beberapa judul bab memang mewakili nama makanan yang dicicip Aruna and the gank, misalnya sate lalat tadi kemudian ada 'Botok Pakis dan Rujak Soto', 'Gulo Puan Cek Mia', dan 'Rujak Pisang Batu dan Sate Matang'. Penggambaran makanan yang ada di dalam novel ini sangat detil sampai membuat saya bisa membayangkan bentuknya seperti apa dan rasanya kira-kira bagaimana. Ditambah lagi dengan daftar pustaka di akhir buku yang digunakan oleh penulis sebagai rujukan. Ini semakin menegaskan bahwa penulisnya melakukan riset mendalam.
- Paragraf-paragraf awal di tiap bab yang dicetak miring sebagai tanda bahwa itu adalah mimpi Aruna. Biarpun nggak terlalu nyambung dengan alur ceritanya, saya tetap memfavoritkan paragraf-paragraf ini. Jatuhnya jadi semacam intermezzo yang menghibur.
- Bagi yang sudah bekerja saya rasa akan bisa relate dengan apa yang dialami Aruna di sepanjang cerita. Entah itu tentang menjalani hobi disambi kerja (hahaha), atau tentang perlakuan yang tidak adil di dalam pekerjaan. Misalnya hanya dimanfaatkan oleh orang yang punya wewenang lebih tinggi dan hanya dianggap sebagai remah-remah rengginang yang tidak penting dalam agendanya, padahal kita sudah did our best. Begitulah...orang dalam dan budaya jilat-menjilat memang nyata adanya, yang idealis dan terlalu taat aturan mundur sebentar. *apa sih*
- Penggambaran adegan dewasa yang sungguh sangat elegan dan tidak terkesan murahan sama sekali. Saya standing applause deh sama bagian ini. Indah sekali cara penulis menuturkannya. Biasanya kalau baca adegan dewasa yang to the point gitu suka tiba-tiba suhu udara di sekitar menjadi lebih tinggi secara mendadak, nah pas baca di novel ini tuh enggak. Malah kedistrak dengan keindahan kata-katanya.
Kutipan-kutipan favorit dari novel ini:
- Apabila kamu mulai merasa tak puas dengan yang kamu miliki, bayangkan kamu kehilangan itu semua (baris ke-7, hal 373).
- Kita mendapat justru ketika kita tak mengharap (baris ke-7, hal. 380).
(tbh saya merasa buku ini penuh dengan pelajaran hidup)
Terima kasih banyak kepada pembuat film 'Aruna dan Lidahnya' terutama yang memilih para pemain utamanya. Sepanjang membaca novel ini saya jadi tidak susah-susah memvisualisasikan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Yaaa...walaupun saya sebenernya akan lebih bahagia jika Farish diperankan oleh Nicholas Saputra dan Bono oleh Oka Antara biar Disas dan Nicsap bersatu kembali di film selain AADC hehehe.
*
Jadi pengen baca bukunya, thanks atas reviewnya mbak
ReplyDeleteSama-sama😊
Delete