Libur tanggal merah hari Rabu kemarin, saya ngebut nonton empat film biar nggak ada tanggungan lagi. Soalnya bulan ini saya pingin nonton tiga film: Arctic, Us, dan Dumbo. Terus ada lagi antrean dua drama Korea, satunya sedang on going dan satunya akan tayang nggak lama lagi: 'My Fellow Citizens' dan 'Her Private Life'.
Film Korea dengan latar waktu masa kini dan masa lalu tahun 80an. Ceritanya ada seorang ibu rumah tangga yang bernama Im Nami yang secara nggak sengaja bertemu dengan teman lamanya yang bernama Ha Chunhwa di rumah sakit. Ha Chunhwa adalah pasien kanker paru stadium akhir yang divonis hidupnya nggak akan lama. Pertemuan mereka adalah awal dari reuni geng 'Sunny'.
'Sunny' dibentuk pada saat mereka masih SMA, geng ini isinya cewek-cewek semua karena SMA mereka memang khusus sekolah perempuan. 'Sunny' beranggotakan tujuh orang: Im Nami, Ha Chunhwa, Kim Jangmi, Hwang Jinhee, Seo Geumok, Ryu Bokhee, dan Jung Suji. Karena film ini menampilkan dua latar waktu yang berbeda maka aktris-aktris pemerannya juga berbeda, ada yang untuk masa kini dan ada yang untuk masa lalu. Untuk masa lalu Im Nami diperankan oleh Shim Eunkyung, Ha Chunhwa oleh Kang Sora, Kim Jangmi oleh Kim Minyoung, Hwang Jinhee oleh Park Jinjoo, Seo Geumok oleh Nam Bora, Ryu Bokhee oleh Kim Bomi, dan Jung Suji oleh Min Hyorin. Di antara ketujuh aktris ini yang saya familiar hanya empat orang hehe: Shim Eunkyung, Kang Sora, Nam Bora, dan Min Hyorin.
Leader dari 'Sunny' adalah Ha Chunhwa, dia ini extrovert, tegas, pemberani, dan agak tomboy. Karakter dari anak-anak 'Sunny' ini beda-beda. Kim Jangmi anaknya terobsesi dengan penampilan dan ingin melakukan oplas mata kalau dewasa nanti, Hwang Jinhee lancar dan pinter banget swearing (jadi kekuatan dia waktu perang antar geng), Seo Geumok sangat ceria, Ryu Bokhee anaknya centil dan punya cita-cita jadi Miss Korea, sementara Jung Suji pendiam banget dan sangat misterius tapi paling cantik ceritanya. Im Nami sendiri adalah anggota 'Sunny' yang paling baru, dia siswi baru pindahan dari countryside. Im Nami karakternya polos khas anak daerah yang baru pindah ke kota besar Seoul. Agak timid juga sih. Kalau kepepet dia jadi anak berani.
Ya namanya anak SMA ya, isi nostalgianya sudah pasti tentang suasana kelas dan sekitarnya, perang antar geng yang kocak, iri hati dengan teman lama, dan drama naksir lawan jenis di masa remaja. Tiap adegannya dibawakan dengan ringan dan ngalir aja gitu nggak usah mikir berat-berat. Baju-bajunya meriah sekali warna-warni khas tahun 1980an (belum diwajibkan berseragam). Soundtrack-nya juga jadul abis, kalau kamu penggemar lagu-lagu 80an kemungkinan besar telinga kamu akan dimanjakan.
Setiap nonton film dengan nostalgia masa SMA, saya selalu baper kangen masa-masa itu hahaha. Masa-masa dimana masih asik main kesana kemari tanpa mikir apapun. Masa-masa dimana geng ibarat segalanya di dunia ini, keluarga nomor dua lol. Im Nami juga merasakan hal seperti itu karena kehidupan masa kininya dia kesepian. Suaminya sibuk kerja sementara anak perempuan satu-satunya lagi puber dan jaga jarak dengan kedua orangtuanya. Im Nami tampak memiliki kehidupan yang sempurna dari luar, tapi jiwanya merasa sepi. Beruntung dia bertemu dengan teman-teman lamanya walau yaaa...beberapa dari mereka ada yang kurang beruntung. Memang ya kehidupan di SMA itu nggak bisa 100% buat patokan masa depan. Makanya saya kadang pingin bisikin ke anak SMA yang lagi pacaran, "Dek jangan MBA ya, hidup kamu masih panjang."
Captain Fantastic (2016)
Nonton film ini karena kapan hari lihat instastory-nya kak Icha. Film ini temanya parenting, tapi bukan yang mengasuh bayi. Kalau yang mengasuh bayi judulnya 'Tully' (akan dijabarkan nanti). 'Captain Fantastic' lebih menyoroti pola pikir mengasuh anak-anak yang sudah beranjak remaja, selain itu juga tentang kritik sosial di bidang pendidikan.
Ceritanya ada dua orang yang sudah menikah bernama Ben Cash dan Leslie. Mereka berdua memiliki enam orang anak, yaitu Bodevan, Kielyr, Vespyr, Rellian, Zaja, dan Nai. Unik-unik kan namanya, Ben dan Leslie sendiri orangnya unik dan lain dengan orang-orang pada umumnya.
Di film ini Leslie ceritanya menderita bipolar dan dirawat di kota jadi nggak ikut tinggal bersama Ben dan anak-anaknya. Ben dan anak-anaknya tinggal di dalam sebuah hutan di Washington. Setiap hari Ben melatih anak-anaknya baik fisik maupun mental. Anak-anak ini jadinya tangguh banget fisiknya karena dari lahir udah kena udara alami dan segar, sementara otaknya cerdas banget karena membaca buku setiap hari dan rajin brainstorming. Pada dasarnya keluarga Cash ini tuh a bunch of geniuses.
Dari awal saya sudah dibuat kagum dengan pemandangan alam tempat di mana The Cashes tinggal. Makin kagum lagi dengan cara pikir mereka melihat dunia. Mereka selalu berpikir kritis terhadap suatu masalah dan bisa menjelaskan sesuatu secara mendalam. Mereka tuh kelihatan benar-benar paham dengan dasar ilmu alam dan sosial walaupun tinggalnya di hutan. Yes sepanjang nonton saya selalu bertanya-tanya beragam pertanyaan seperti gimana caranya mereka belajar, gimana caranya mereka cari uang, dan mereka vaksin nggak ya hehehe. Jawabannya hampir selalu saya dapat di menit-menit selanjutnya hingga film selesai. Bahkan saya dapat jawaban lebih dari itu. Film ini deep banget tapi dibawakan dengan ringan jadinya nggak bikin saya bingung. Malah yang ada saya merinding sebadan-badan karena KOK BISA PINTER BANGET DAN TANGGUH GITU SIH?? Habis nonton film ini rasanya saya terdorong untuk belajar lebih lagi, lagi, dan lagi.
Swing Kids (2018)
Kalau film ini saya dapat trigger-nya dari...Vernon Seventeen hahahaha. Bias kalau sudah nonton film tuh rasanya saya latah harus ngikutin juga. Seandainya Vernon nggak nonton pasti saya nggak akan bela-belain nonton hehe. Bener sih aktor utamanya dari EXO, tapi dia DO bukan Chanyeol hahahaha. Kalau Chanyeol tokoh utama ya bodo amat mau ceritanya kayak apa pasti saya jabanin juga filmnya wkwk.
'Swing Kids' berlatar waktu tahun 1951 dimana Korea Selatan dan Korea Utara lagi panas-panasnya perang. Latar tempat film ini ada di camp Geoje. DO berperan sebagai Ro Kisoo, seorang pemberontak dari Korea Utara. Dia jatuh cinta dengan tap dancing setelah menyaksikan seorang tentara Amerika Serikat bernama Jackson melakukan tap dancing di sebuah aula. Ro Kisoo selanjutnya menjadi bagian dari tim Jackson, bersama dengan tiga orang lain yaitu Kang Byungsam (orang Korea Selatan), Xiao Pang (orang China), dan Yang Panrae (orang Korea Selatan dan menjadi satu-satunya perempuan dalam tim). Tim ini dinamai dengan nama 'Swing Kids'.
Pantes aja Vernon suka film ini karena film ini menyoroti rasisme dan kejahatan perang. Meskipun ada adegan perangnya, film ini masih tergolong film ceria, bukan yang depresi menyedihkan gitu. Ya menyedihkannya ada tapi nggak sampai mendominasi. Pembuat film 'Swing Kids' ingin menggarisbawahi tebal-tebal kalau peperangan itu nggak akan membuat pihak-pihak yang berseteru untung. Kalau kata pepatah "menang jadi arang, kalah jadi abu".
Tully (2018)
Film ini bisa membuka mata masyarakat kalau postpartum depression itu nyata. Sepertiga awal film ini bikin saya nggak nyaman. Kenapa? Karena menampilkan "susahnya" seorang ibu yang sedang hamil lalu melahirkan dan pada akhirnya merawat bayi yang baru lahir. Adegan merawat bayi ini diulang-ulang sampai pusing sendiri dengerin bayi nangis huhu. Untuk semua perempuan yang sudah melewati masa ini, kalian hebat!!
Suasana film menjadi tenang, terkendali, dan mulai bikin nyaman dengan kehadiran Tully. Tully ini perempuan muda yang pekerjaannya menjadi pengasuh bayi di malam hari. Ibu si bayi, Marlo, nggak perlu lagi begadang karena Tully akan mengurus semuanya, kalau bayinya minta menyusu ya dia akan bawakan ke pelukan ibunya yang lagi tidur di kamar.
Rumah menjadi rapi karena selain momong bayi, Tully juga jago bersih-bersih. Dia juga suatu hari bikinin cupcake untuk anak yang punya rumah. Marlo ini sudah punya dua anak sebelum anak ketiganya lahir. Anak keduanya berkebutuhan khusus dan anak ketiganya lahir di luar rencana.
Suami Marlo bukan tipe yang jerk (yang nggak mau urus anak). Dia termasuk pria yang bertanggung jawab tapi karena sibuk kerja dan melihat Marlo sepertinya sudah bisa handle urusan anak jadi dia nggak terlalu turun tangan. Sampai akhirnya Tully memutuskan untuk berhenti bekerja dengan Marlo. Wow saya yang nonton aja rasanya dunia ini runtuh apalagi Marlo. Her nightmare will come soon.
Cerita di film ini ditampilkan secara sederhana dan ringan tapi membekas di hati. 'Tully' layak untuk ditonton semua kalangan baik yang sudah berkeluarga atau belum maupun yang sudah punya anak atau belum. Habis nonton film ini rasanya saya pingin meluk ibuk huhuhu.
See you on my next post.
*
Udah nonton Sunny dan Tully (wow that rhymes! 😝). Suka banget sama Sunny sampe aku nonton ulang-ulang jaman kuliah dulu, Kang Sora kece berat ya, kepala geng idaman banget hahahaha.
ReplyDeleteTully bagusss dan aku pun nontonnya ikutan stres, kalo gak salah anaknya Marlo satu ada masalah psikis kan ya? Nonton ini jadi berpikir apa gue hire nanny juga ya nanti kalo hamil lagi huahahaha
Nanti nonton yang Captain Fantastic ah!
Udah nemu rhymesnya bentar lagi ngerap nih, ehem oke fokus, iyaaa mana pas tua dia kaya raya kan ya dan nggak lupa sama teman2 lamanya, me cant relate soalnya geng pas sma pada bubar jalan semua anak2nya xD
DeleteIya yang anak keduanya, ya ampun marlo hebat tapi bisa survive, hahahaha biar tetep waras ya :p
Cus tonton bagus filmnya!
Aku baru nonton Sunny aja wkwk.. Inget temanku yang sukaaa banget film ini sampai ditonton berulang-ulang terus, sampai hapal dari sini ngapain lagi :)) Captain Fantastic udah lama ada di hdd tapi entah kenapa selalu teralihkan tiap mau nonton haha tapi kayaknya bagus, akan segera kutonton deh :))
ReplyDeleteHahahaha jatuh cinta banget ya temennya kak eya sama film sunny, tonton kak filmnya 👍👍👍
Delete