March 6, 2023

"Mendengarkan" Laut Bercerita


Laut Bercerita adalah sebuah novel yang ditulis oleh Leila S. Chudori. Novel dengan tebal 379 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia. Cetakan pertamanya ada di bulan Oktober 2017 dan novel yang ada di saya sudah merupakan cetakan ke-47 bulan Juli 2022.

Saking populernya novel ini, di iPusnas antreannya nggak berkurang. Yang ada malah nambah terus angka antrenya tiap hari. Saya beruntung ada seorang teman yang punya buku fisik Laut Bercerita. Thank you, Ciki! πŸ₯°


BLURB
Jakarta, Maret 1998
Di sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.

Jakarta, Juni 1998
Keluarga Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu sore memasak bersama, menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.

Jakarta, 2000
Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.
 
Laut Bercerita, novel terbaru Leila S. Chudori, bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, sekelompok orang yang gemar menyiksa dan lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan makam anaknya, dan tentang cinta yang tak akan luntur.
 
 
REVIEW
Novel ini dibagi menjadi dua bab, yaitu bab Biru Laut dan bab Asmara Jati. Bab Biru Laut terdiri dari sepuluh sub-bab yang susunannya berselang seling antara kehidupan Biru Laut sebelum diculik dan ketika diculik. Bab Asmara Jati hanya terdiri dari empat bab. Oh iya, ada prolog dan epilog juga.

Kesan ketika membaca bab Biru Laut terutama ketika dia diculik adalah: kok bisa ada orang-orang yang dengan tega melakukan tindakan sadis terhadap anak orang lain? Apa mereka nggak sadar kalau anak muda yang mereka siksa tersebut adalah anggota keluarga yang dibesarkan dan disayangi dengan sepenuh hati oleh orangtuanya? Gila sih kalau penyiksa-penyiksa ini masih bisa tidur nyenyak tiap malam. Lebih gilanya lagi adalah mereka menculik dan melenyapkan anak-anak muda ini hanya karena hal yang fana: kekuasaan. Manusia kalau memang sudah jahat, setan aja minder kayaknya.

Membaca bab Biru Laut rasanya campur aduk antara pilu dengan apa yang menimpa Laut dkk dan geram dengan ketidakpintaran penyiksanya yang nggak bisa memberikan argumen balik terhadap kata-kata Laut. Instead of mengasah otak untuk berpikir mengapa mereka sebegitu takutnya dikritik, yang mereka lakukan malah main gebag-gebug aja mengandalkan otot daripada isi kepala. Padahal manusia diberi otak dan akal untuk berpikir sebelum bertindak. Benar-benar speechless dengan manusia-manusia yang menghalalkan segala cara seperti ini. Bro, dunia ini nggak lu bawa mati. Jangan segitunya lah.

Bab Asmara Jati lebih menguras air mata. Bab ini menceritakan sudut pandang orang-orang yang ditinggalkan oleh Biru Laut dkk. Bagaimana beratnya menghadapi orang-orang terdekat yang masih denial dengan kepergian salah satu anggota keluarganya. Ya gimana nggak denial, memang nasib anak-anak mereka nggak ada kejelasan. 😭 Selain itu diceritakan juga sudut pandang dari orang-orang yang selamat dari penculikan, bagaimana mereka bergelut dengan trauma yang ada. Ya Allah hati dan perasaan rasanya diperas habis sampai sesak.

Bu Leila S. Chudori menuliskan cerita orang-orang hilang dan mereka yang ditinggalkan dengan sangat baik. Kalimat-kalimatnya terasa lancar mengalir ketika dibaca. Hisfic yang seperti ini membuat pembacanya lebih mudah memahami sejarah dibandingkan hanya dengan membaca buku non-fiksi. Paling tidak ini yang saya rasakan. Bisa jadi karena genrenya fiksi kali ya, jadi nyangkutnya ke otak kanan yang bisa mengingat dalam jangka panjang.

Di novel Laut Bercerita disinggung pula tentang huru-hara politik dalam negeri di tahun 1965. Untung saja saya pernah membaca novel hisfic lain seperti Amba, Entrok, dan Cantik Itu Luka. Jadinya nggak ngang ngong. Yang bagi saya kurang familiar adalah lima UU Politik, tiga media yang dibredel pada masa itu, normalisasi kampus, dan Sabtu Kelabu. Jadinya sambil baca novel juga sambil googling supaya nggak terlalu roaming dengan cerita yang sedang dituturkan. Wawasan lain yang bertambah adalah tentang kehidupan dan kegiatan yang dijalani oleh mahasiswa yang aktif sebagai aktivis (maklum hamba dulu mahasiswa kupu-kupu).


12 comments :

  1. Emm.saya inget Leila S Chudori ini dulu pernah buat cerpen di majalah Hai kalo GK salah judulnya empat pemuda kecil..udh agak lupa saya..beliau memang udh lama banget terjun jadi seorang penulis...itu yg saya ingetπŸ˜πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ternyata ya mba, anak co-founder Jakarta Post memang beda. Bisa memanfaatkan dengan baik privilege yang dimiliki.

      Delete
  2. Kak Endah, itu aku bangettt! Aku suka belajar sejarah lewat buku hisfic karena lebih cepat nyangkut dibanding baca buku khusus sejarah πŸ˜‚ #plakkk. Laut Bercerita salah satu hisfic yang aku suka karena writing stylenya cocok buatku dan ceritanya tuh bagusss banget, emosinya dapet, kelamnya dapet, sedihnya dapet, tragisnya dapet, sejarahnya dapet, yaampun lengkap banget deh pokoknya semua dalam 1 buku ini tuh πŸ˜‚. Kalau bab Laut bikin meringis karena terlalu sadis, bab Asmara bikin pilu banget. Yaampun, mana sampai sekarang masih ada lho keluarga yang Kamis-an depan Istana 😭 ngebayangin anggota keluarga yang masih nggak jelas keberadaannya sampai sekarang, pilu banget 😭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwkwk jauh lebih enteng ya Li rasanya kalau baca hisfic daripada baca buku non-fiksi sejarah. xD Ya ampuuun...emang gajelas juga sih ya penanganan terhadap kasus ini jadinya ya tetep ada Kamisan. T_____T Bener tuh aku setuju semua dengan pendapat kamu tentang Laut Bercerita, setiap babnya tuh kayak nagih untuk dibaca. Nggak bisa ditinggal lama-lama karena penasaran terus dengan kelanjutannya.

      Delete
  3. kalau ada yang bilang jangan nilai buku dari cover-nya, mungkin buku laut bercerita ini termasuk di dalamnya. cover buku dan isinya beda jauh. Dan tentu saja keduanya bagus :D

    Aku juga banyak belajar tentang sejarah, khususnya tahun 1965-1966 dari bukunya Soe Hok Gie. Bukan buku hisfic sih, tapi lebih ke biografi. Tapi tulisan soe hok gie tentang kondisi saat itu dari sudut pandang seorang aktivis mudah dipahami. kemarin belajar sejarah dari acara walking tour. Jadi kesimpulannya banyak cara untuk belajar sejarah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Warna covernya cerah riang gembira gitu ya, terus di pojok kiri ada kaki manusia. T_____T Cover barunya lebih gelap daripada yang aku baca ini. Dan lebih menggambarkan kaki manusia yang ditenggelamkan. :(

      Betul, ada seribu jalan ke Roma. Bukunya Soe Hok Gie ini yang pernah mas Vay review itu kan ya waktu ikutan reading challenge JanexLia.

      Delete
  4. yang mau baca aja sampai antri ya,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Antri bangeeeettt dan susah dapetinnya di iPusnas. :")

      Delete
  5. Aku belum baca buku mba Leila yang ini wkwk, karena ini soal tragedi kelam aku ga siap kayaknya bacanya, karena triggering banget πŸ₯Ί. Baca review beberapa teman aja aku kayak yaudahlah "nanti aja".

    Sebelumnya aku pernah baca kumcer-nya yang Malam Terakhir, karya mba Leila memang bagus, gaya kepenulisannya dan diksi yang dia pilih pas aja rasanya buatku (minuman kali πŸ˜…). By the way kalau mba  Endah suka semacam hisfic coba deh baca karya Isabel Allende dengan judul In the Midst of Winter, ceritanya soal imigran gelap. Gatau mba Endah udah baca apa belum. Bagus banget mbaa jadi banyak tahu soal bagaimana tantangan imigran saat melarikan diri dari perbatasan. Banyak tahu soal negara Amerika Latin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Take time mba, soalnya aku bacanya juga sampe sesek rasanya. :( Baca Malam Terakhir aku DNF...WKWKWKWKWKWK. Kayak nggak nyambung gitu rasanya. T_____T

      Hooo okeoke, belum pernah ini aku baca tentang imigran gelap, apalagi tentang Amerika Latin. Makasih mba Sovia rekomendasinya. <3

      Delete
    2. Wahh... mba Endah DNF πŸ™ˆ. Aku juga baca mba Leila yang judulnya Pulang, nggak jauh-jauh juga dari tragedi 98, belum kelar baca tapi so far masih oke πŸ˜‚. Trus di cerpen yang judulnya Malam Terakhir juga ada adegan penyiksaan terhadap mahasiswa, opini sotoy aku bilang jangan-jangan Laut Bercerita juga ada adegan berdarah kayak gini, makanya ga berani baca wkwkwk.

      In The Midst of Winter ga semuanya soal Amerika Latin mba πŸ˜‚, dia bahas Rio, Chili sama Guatemala. Baguus ada misteri teka-tekinya juga.

      Delete
    3. Nah yang Pulang ini aku belum pernah baca mba Sovia, pingin aslinya tapi...nanti deh. πŸ™ˆ Hmmm...karena aku nggak tamat baca Malam Terakhir jadinya gatau adegan berdarah-darahnya kayak apa. Yang pasti kalo di Laut Bercerita sih siksaannya macem-macem ada digebukin, disetrum, ditidurin di balok es, ngilu banget bacanya. 😭 Siapin mental aja mba kalo mau baca Laut Bercerita soalnya habis baca tuh rasanya sesek dan harus dikasih bacaan yang seneng-seneng biar gak mental breakdown berlarut-larut.

      Nah itu bagus tuh, cakupannya sampe Amerika Tengah juga. Belum pernah baca hisfic dari sana soalnya. 😁

      Delete

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top