Laut Bercerita adalah sebuah novel yang ditulis oleh Leila S. Chudori. Novel dengan tebal 379 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia. Cetakan pertamanya ada di bulan Oktober 2017 dan novel yang ada di saya sudah merupakan cetakan ke-47 bulan Juli 2022.
Saking populernya novel ini, di iPusnas antreannya nggak berkurang. Yang ada malah nambah terus angka antrenya tiap hari. Saya beruntung ada seorang teman yang punya buku fisik Laut Bercerita. Thank you, Ciki! π₯°
Novel ini dibagi menjadi dua bab, yaitu bab Biru Laut dan bab Asmara Jati. Bab Biru Laut terdiri dari sepuluh sub-bab yang susunannya berselang seling antara kehidupan Biru Laut sebelum diculik dan ketika diculik. Bab Asmara Jati hanya terdiri dari empat bab. Oh iya, ada prolog dan epilog juga.
Kesan ketika membaca bab Biru Laut terutama ketika dia diculik adalah: kok bisa ada orang-orang yang dengan tega melakukan tindakan sadis terhadap anak orang lain? Apa mereka nggak sadar kalau anak muda yang mereka siksa tersebut adalah anggota keluarga yang dibesarkan dan disayangi dengan sepenuh hati oleh orangtuanya? Gila sih kalau penyiksa-penyiksa ini masih bisa tidur nyenyak tiap malam. Lebih gilanya lagi adalah mereka menculik dan melenyapkan anak-anak muda ini hanya karena hal yang fana: kekuasaan. Manusia kalau memang sudah jahat, setan aja minder kayaknya.
Membaca bab Biru Laut rasanya campur aduk antara pilu dengan apa yang menimpa Laut dkk dan geram dengan ketidakpintaran penyiksanya yang nggak bisa memberikan argumen balik terhadap kata-kata Laut. Instead of mengasah otak untuk berpikir mengapa mereka sebegitu takutnya dikritik, yang mereka lakukan malah main gebag-gebug aja mengandalkan otot daripada isi kepala. Padahal manusia diberi otak dan akal untuk berpikir sebelum bertindak. Benar-benar speechless dengan manusia-manusia yang menghalalkan segala cara seperti ini. Bro, dunia ini nggak lu bawa mati. Jangan segitunya lah.
Bab Asmara Jati lebih menguras air mata. Bab ini menceritakan sudut pandang orang-orang yang ditinggalkan oleh Biru Laut dkk. Bagaimana beratnya menghadapi orang-orang terdekat yang masih denial dengan kepergian salah satu anggota keluarganya. Ya gimana nggak denial, memang nasib anak-anak mereka nggak ada kejelasan. π Selain itu diceritakan juga sudut pandang dari orang-orang yang selamat dari penculikan, bagaimana mereka bergelut dengan trauma yang ada. Ya Allah hati dan perasaan rasanya diperas habis sampai sesak.
Bu Leila S. Chudori menuliskan cerita orang-orang hilang dan mereka yang ditinggalkan dengan sangat baik. Kalimat-kalimatnya terasa lancar mengalir ketika dibaca. Hisfic yang seperti ini membuat pembacanya lebih mudah memahami sejarah dibandingkan hanya dengan membaca buku non-fiksi. Paling tidak ini yang saya rasakan. Bisa jadi karena genrenya fiksi kali ya, jadi nyangkutnya ke otak kanan yang bisa mengingat dalam jangka panjang.
Di novel Laut Bercerita disinggung pula tentang huru-hara politik dalam negeri di tahun 1965. Untung saja saya pernah membaca novel hisfic lain seperti Amba, Entrok, dan Cantik Itu Luka. Jadinya nggak ngang ngong. Yang bagi saya kurang familiar adalah lima UU Politik, tiga media yang dibredel pada masa itu, normalisasi kampus, dan Sabtu Kelabu. Jadinya sambil baca novel juga sambil googling supaya nggak terlalu roaming dengan cerita yang sedang dituturkan. Wawasan lain yang bertambah adalah tentang kehidupan dan kegiatan yang dijalani oleh mahasiswa yang aktif sebagai aktivis (maklum hamba dulu mahasiswa kupu-kupu).
*
Emm.saya inget Leila S Chudori ini dulu pernah buat cerpen di majalah Hai kalo GK salah judulnya empat pemuda kecil..udh agak lupa saya..beliau memang udh lama banget terjun jadi seorang penulis...itu yg saya ingetππ
ReplyDeleteIya ternyata ya mba, anak co-founder Jakarta Post memang beda. Bisa memanfaatkan dengan baik privilege yang dimiliki.
DeleteKak Endah, itu aku bangettt! Aku suka belajar sejarah lewat buku hisfic karena lebih cepat nyangkut dibanding baca buku khusus sejarah π #plakkk. Laut Bercerita salah satu hisfic yang aku suka karena writing stylenya cocok buatku dan ceritanya tuh bagusss banget, emosinya dapet, kelamnya dapet, sedihnya dapet, tragisnya dapet, sejarahnya dapet, yaampun lengkap banget deh pokoknya semua dalam 1 buku ini tuh π. Kalau bab Laut bikin meringis karena terlalu sadis, bab Asmara bikin pilu banget. Yaampun, mana sampai sekarang masih ada lho keluarga yang Kamis-an depan Istana π ngebayangin anggota keluarga yang masih nggak jelas keberadaannya sampai sekarang, pilu banget π
ReplyDeleteWkwkwkwk jauh lebih enteng ya Li rasanya kalau baca hisfic daripada baca buku non-fiksi sejarah. xD Ya ampuuun...emang gajelas juga sih ya penanganan terhadap kasus ini jadinya ya tetep ada Kamisan. T_____T Bener tuh aku setuju semua dengan pendapat kamu tentang Laut Bercerita, setiap babnya tuh kayak nagih untuk dibaca. Nggak bisa ditinggal lama-lama karena penasaran terus dengan kelanjutannya.
Deletekalau ada yang bilang jangan nilai buku dari cover-nya, mungkin buku laut bercerita ini termasuk di dalamnya. cover buku dan isinya beda jauh. Dan tentu saja keduanya bagus :D
ReplyDeleteAku juga banyak belajar tentang sejarah, khususnya tahun 1965-1966 dari bukunya Soe Hok Gie. Bukan buku hisfic sih, tapi lebih ke biografi. Tapi tulisan soe hok gie tentang kondisi saat itu dari sudut pandang seorang aktivis mudah dipahami. kemarin belajar sejarah dari acara walking tour. Jadi kesimpulannya banyak cara untuk belajar sejarah
Warna covernya cerah riang gembira gitu ya, terus di pojok kiri ada kaki manusia. T_____T Cover barunya lebih gelap daripada yang aku baca ini. Dan lebih menggambarkan kaki manusia yang ditenggelamkan. :(
DeleteBetul, ada seribu jalan ke Roma. Bukunya Soe Hok Gie ini yang pernah mas Vay review itu kan ya waktu ikutan reading challenge JanexLia.
yang mau baca aja sampai antri ya,
ReplyDeleteAntri bangeeeettt dan susah dapetinnya di iPusnas. :")
DeleteAku belum baca buku mba Leila yang ini wkwk, karena ini soal tragedi kelam aku ga siap kayaknya bacanya, karena triggering banget π₯Ί. Baca review beberapa teman aja aku kayak yaudahlah "nanti aja".
ReplyDeleteSebelumnya aku pernah baca kumcer-nya yang Malam Terakhir, karya mba Leila memang bagus, gaya kepenulisannya dan diksi yang dia pilih pas aja rasanya buatku (minuman kali π ). By the way kalau mba Endah suka semacam hisfic coba deh baca karya Isabel Allende dengan judul In the Midst of Winter, ceritanya soal imigran gelap. Gatau mba Endah udah baca apa belum. Bagus banget mbaa jadi banyak tahu soal bagaimana tantangan imigran saat melarikan diri dari perbatasan. Banyak tahu soal negara Amerika Latin.
Take time mba, soalnya aku bacanya juga sampe sesek rasanya. :( Baca Malam Terakhir aku DNF...WKWKWKWKWKWK. Kayak nggak nyambung gitu rasanya. T_____T
DeleteHooo okeoke, belum pernah ini aku baca tentang imigran gelap, apalagi tentang Amerika Latin. Makasih mba Sovia rekomendasinya. <3
Wahh... mba Endah DNF π. Aku juga baca mba Leila yang judulnya Pulang, nggak jauh-jauh juga dari tragedi 98, belum kelar baca tapi so far masih oke π. Trus di cerpen yang judulnya Malam Terakhir juga ada adegan penyiksaan terhadap mahasiswa, opini sotoy aku bilang jangan-jangan Laut Bercerita juga ada adegan berdarah kayak gini, makanya ga berani baca wkwkwk.
DeleteIn The Midst of Winter ga semuanya soal Amerika Latin mba π, dia bahas Rio, Chili sama Guatemala. Baguus ada misteri teka-tekinya juga.
Nah yang Pulang ini aku belum pernah baca mba Sovia, pingin aslinya tapi...nanti deh. π Hmmm...karena aku nggak tamat baca Malam Terakhir jadinya gatau adegan berdarah-darahnya kayak apa. Yang pasti kalo di Laut Bercerita sih siksaannya macem-macem ada digebukin, disetrum, ditidurin di balok es, ngilu banget bacanya. π Siapin mental aja mba kalo mau baca Laut Bercerita soalnya habis baca tuh rasanya sesek dan harus dikasih bacaan yang seneng-seneng biar gak mental breakdown berlarut-larut.
DeleteNah itu bagus tuh, cakupannya sampe Amerika Tengah juga. Belum pernah baca hisfic dari sana soalnya. π