Novel ENTROK ditulis oleh Okky Madasari dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan jumlah halaman 288.
ENTROK menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Sumarni yang masa kecilnya berada di tahun 1950-an. Marni hidup berdua saja dengan ibunya, ayahnya minggat dan tidak pernah kembali. Ibu Marni sehari-hari bekerja sebagai buruh pengupas kulit singkong di pasar. Pekerjaan yang tidak tetap tersebut diupah dengan gaplek. Marni dan ibunya hidup kere.
Ketika beranjak remaja, Marni merasakan perubahan di tubuhnya. Dadanya mulai tumbuh dan vaginanya mengeluarkan darah menstruasi. Marni menginginkan bra untuk menopang dadanya supaya nyaman. Namun, ibunya tidak mampu membelikan benda tersebut karena tidak punya uang.
Marni kemudian ikut ke pasar untuk membantu ibunya bekerja. Dia nguli seperti laki-laki agar dibayar dengan uang. Ketika uangnya sudah cukup, Marni akhirnya bisa membeli bra. Marni terus mengumpulkan sepeser demi sepeser untuk hidup.
Tahun demi tahun berlalu hingga memasuki masa Orde Baru. Di titik ini Marni sudah menikah dan mempunyai seorang anak bernama Rahayu. Ketika Rahayu beranjak dewasa, gesekan dengan ibunya menjadi semakin tajam. Rahayu menganggap ibunya sesat karena masih memuja leluhur, sedangkan bagi Marni anaknya adalah manusia yang tidak punya jiwa. Namun dibalik perbedaan yang ada, keduanya memiliki satu kesamaan, yaitu menjadi korban ketidakadilan orang-orang yang punya kuasa di era itu.
KESAN
Thanks to mba Sovia yang secara nggak langsung memberikan rekomendasi novel ENTROK di postingan AMBA. Jujur waktu lihat sampulnya saya pikir novel ini akan berbau sensual, ternyata tidak sama sekali. Malah lebih condong ke konflik politik, budaya, dan keluarga.
Kalau dipikir-pikir, novel ini sebenarnya sudah memberikan spoiler di bab pertama. Bab-bab selanjutnya merupakan penjelasan bagaimana kejadian di bab satu bisa terjadi. So, yaaa novel ini alurnya mundur. Saya nggak bingung dengan latar waktunya karena dituliskan secara eksplisit di setiap bab.
Sudut pandang yang dipakai dalam novel ENTROK adalah sudut pandang orang pertama. Marni dan Rahayu selang-seling bercerita tentang keadaan dan pendapatnya terhadap situasi yang sedang dihadapi.
Saya sangat kagum dengan tokoh Marni. Walaupun buta huruf, dia sejatinya orang yang kritis dan cerdas dalam bekerja. Dia tidak mau menerima begitu saja nasib miskin yang dia dapat ketika lahir. Marni berusaha keras membanting tulang agar hidupnya menjadi lebih baik. Sayangnya, sebagian hartanya diminta secara semena-mena oleh orang-orang berseragam dan berkuasa pada masa itu dengan dalih uang keamanan. Tidak hanya itu, orang-orang di sekitarnya yang menggunakan jasanya juga diam-diam menggunjing Marni. Namun, Marni tetap maju tak gentar menatap masa depan. Yang penting dia tidak menipu, merampok, mencuri, dan membunuh.
Meskipun saya hanya sempat mencicipi Orde Baru ketika masih kecil, saya merasa tidak asing dengan gambaran suasana Orde Baru yang ada di novel ini. Gambaran yang sering saya dengar dari cerita Mbah dan Bapak, seperti orang yang mendadak hilang ketika beropini tentang pemerintahan dan jajarannya, sentimen terhadap keturunan Tionghoa, ketakutan akan cap PKI, serta tentang Pemilu yang kampanyenya selalu menggiring suara publik untuk memilih satu partai tertentu.
Saya juga tidak asing dengan gambaran keadaan ketika Marni masih kecil. Di dalam novelnya diceritakan bahwa dia makan gaplek dan memasak di tungku yang dalam bahasa Jawa disebut pawon. Mbah saya dulu sering cerita kalau zaman dahulu ketika masih kecil beliau makannya gaplek, tidak ada beras. Bahkan sampai saya SMP, pawon masih ada di rumah mbah saya itu. Ibuk saya dulu juga masih punya pawon btw, pawon-nya disemen. Lalu lama kelamaan pindah masak di kompor minyak tanah.
Banyak kata-kata dalam bahasa Jawa yang digunakan di novel ini. Bagi yang tidak familiar dengan bahasa Jawa jangan khawatir, setiap kosatakata diberi arti dalam bahasa Indonesia di catatan kaki.
Overall, saya sangat menikmati membaca ENTROK. Konfliknya yang merupakan gabungan dari beberapa aspek seperti politik, ekonomi, budaya, agama, dan keluarga dijalin dengan rapi. Dengan jumlah halaman yang tidak sampai 300-an, cerita yang ada di novel ini dituturkan dengan pas. Tidak terlalu singkat dan tidak dipanjang-panjangkan. Selesai membacanya, saya sudah tidak bertanya-tanya lagi tentang nasib tokoh-tokoh yang ada.
AMANAT CERITA
Berbaik-baiklah dengan ibu masing-masing, apalagi kepada para ibu yang terang-terangan tidak toxic. Di agama sendiri sudah jelas perintahnya untuk berbakti kepada kedua orangtua. *ngetik sambil ngaca*
*
Aku dulu pernah baca beberapa bukunya Okky Madasari dan tema cerita yang diangkat selalu unik2 😆 Sayangnya masih belum pernah baca Entrok dan review ini jadi bikin pengen baca juga 😄
ReplyDeleteBaca Entrok Kak Stef, bagus. Ini novel pertama Okky Madasari yang aku baca dan langsung suka. Sekarang lagi pinjem yang 86 tapi belum kesentuh, wkwk.
DeleteKak Endah, sama dong. Kalau aku nggak salah ingat, Entrok juga novel pertama Okky yang aku baca terus cerpennya yang Bertahan Dan Binasa Perlahan. Karena aku suka Entrok, aku jadi ada ketertarikan untuk baca novel lainnyaa. Menurutku cerita yang diangkat di Entrok bagusss sih. Emosionalnya juga dapet, cukup mampu bikin emosi 😂.
DeleteBetul, geregetannya kerasa banget Li waktu baca beberapa kejadian dan tokoh-tokoh di dalamnya. Nggak salah lah ya kita baca Entrok untuk pertama kali karena emang bagus dan akhirnya bikin kita pingin baca novel Okky yang lain.
Delete