May 28, 2022

#JanexLiaRC: Dimsum Terakhir


 
Identitas Buku
Judul: Dimsum Terakhir; Penulis: Clara Ng; Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama; Cetakan: Ketiga, Januari 2012; Jumlah halaman: 368 hlm.; ISBN: 978-979-22-7952-8


Blurb
Empat perempuan kembar yang mempunyai empat kehidupan berbeda. Empat masa depan yang membingungkan. Empat rahasia masa lalu yang menghantui. Dan satu usia biologis yang terus berdetik.
 
Siska, Indah, Rosi, dan Novera terpaksa harus pulang untuk mendampingi ayah yang diprediksi tidak punya harapan hidup lagi. Mereka tak pernah menyangka bahwa kesempatan berkumpul kembali ternyata mengubah segalanya. Pertanyaan-pertanyaan penting tentang kehidupan bermunculan, termasuk ketakutan, kecemasan, dan keangkuhan mengakui bahwa kehidupan dan kematian hanyalah sekadar garis tipis.
 
Dimsum Terakhir adalah drama penuh haru, memikat, cerdas, dan dituturkan dengan amat indah oleh novelis bestseller Indonesia, Clara Ng. Kisah yang ditulis modis dengan gaya lembut tapi kuat ini menyuarakan keberanian serta kekuatan yang (selalu) ada di hati kita semua.


Review
Thanks to Lia dan Ci Jane yang pernah membahas novel ini di blog. Racunnya mantap!

Seperti yang sudah tertulis di blurb, tokoh utama novel ini ada empat orang saudara kembar, yaitu Siska, Indah, Rosi, dan Novera. Karakter keempat orang tersebut berbeda satu sama lain. Siska sangat mandiri, tegas, dan memancarkan girl boss vibe yang kuat. Indah orangnya kaku tetapi dapat diandalkan karena dia mampu mengurus diri dan keluarga sekaligus. Rosi paling ceria dan perkasa di antara mereka. Sementara Novera adalah si bungsu yang lembut dan berhati baik. Karakter keempat tokoh tersebut digambarkan dengan jelas dan konsisten di dalam novel. Nggak butuh waktu lama buat saya untuk membedakan siapa yang mana ketika membaca.

Alur cerita Dimsum Terakhir tergolong maju mundur. Alur maju dituliskan dengan huruf tegak, sedangan alur mundur dituliskan dengan huruf miring. Sudut pandang yang digunakan terbagi menjadi dua, kira-kira 70% dituturkan dari sudut pandang orang ketiga dan 30% dari sudut pandang orang pertama.

Di tiga bab pertama saya merasa alurnya berjalan lambat sampai-sampai ingin DNF saja. Kemudian loncat ke bab epilog dan membaca bagaimana ending masing-masing tokoh, lhah kok malah penasaran bagaimana ending tersebut bisa terjadi. 😅
 
Selain itu, saya juga penasaran dengan kehidupan orang Indonesia yang berdarah Tionghoa itu seperti apa. Sejak kecil saya selalu kagum dengan keluarga-keluarga Chinese-Indonesian. Saya selalu ingin tahu bagaimana kehidupan mereka di rumah (kepo banget nggak sie bestieee). Waktu SMP dulu, saya pernah lihat seorang cece-cece pulang sekolah dan masuk ke rumah kakek-neneknya. Rumah kakek-neneknya itu, jalan depannya selalu saya lewati ketika pulang sekolah. Waktu pintunya terbuka sedikit, saya yang masih kecil dan belum concern dengan privasi, menengok sedikit agar kelihatan isi rumahnya. Secuil pemandangan yang saya dapat waktu itu adalah isi rumahnya antik. Sudah itu saja.

Dengan membaca novel Dimsum Terakhir ini alhamdulillah akhirnya bisa mendapat gambaran kehidupan keluarga Indonesia keturunan Tionghoa. Kehidupan mereka sama dengan keluarga Indonesia pada umumnya, wong memang mereka orang Indonesia. Keempat kembar dalam Dimsum Terakhir juga bercanda dan bertengkar layaknya saudara pada umumnya. Mereka juga menghadapi keribetan persiapan acara keluarga dan budaya ketimuran macam patriarki.
 
Walaupun begitu, masih ada banyak insight baru yang saya dapat setelah membaca novel ini. Misalnya tentang tata cara sembayang dari kepercayaan yang mereka anut, hari-hari khusus yang mereka rayakan beserta makanan khas dan pantangannya, tanggapan dan kekhawatiran mereka ketika salah seorang anggotanya berpindah keyakinan, kehidupan sekolah yang pengurusnya adalah suster-suster biara, serta kehidupan percintaan mereka yang menyangkut status keagamaan. Tidak ketinggalan pula pembahasan tentang pandangan orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa tersebut tentang peristiwa Mei 1998, stereotip terhadap mereka, dan sudut pandang mereka kepada orang Indonesia lain yang bukan keturunan Tionghoa. Clara Ng begitu jujur dan berani dalam menuliskan adegan-adegan yang mengandung tema-tema tersebut. Saya sebagai orang luar (dalam artian bukan Cindo dan bukan bagian dari agama serta kepercayaan yang ada di novel ini) sangat berterima kasih atas informasinya.

Ada tujuh belas bab dalam novel ini dan ada satu bab yang benar-benar membuat saya banjir air mata ketika membacanya. Isi bab tersebut adalah penuturan beberapa tokoh sampingan ketika berdialog dengan ayah Siska, Indah, Rosi, dan Novera. Bab ini dituturkan dalam sudut pandang orang pertama. Akhir novel ini termasuk close ending, jadi saya sudah tidak bertanya-tanya lagi bagaimana nasib masing-masing tokoh di dalamnya.


*

6 comments :

  1. Dulu pernah nonton anime mirip kayak gini. Kembar lima dengan karakternya masing-masing. Setiap karakternya juga unik :D

    Tradisi-tradisi di keluarga keturunan masih terjaga kok. Patriarki memang jadi salah satunya. Kebetulan di semarang ada klenteng pribadi milik sebuah keluarga, tapi masyarakat umum boleh mengunjungi. Nah disana pengunjung bisa melihat koleksi pribadi keluarga yang dipajang di klenteng. Bisa ngobrol dengan penjaga klenteng tentang kehidupan di klenteng milik pribadi ini.

    Ulasan yang bagus endah :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buset kembar lima wkwkwk, anime apa itu? xD Aku kira dulu itu patriarki hanya berlaku di orang Indonesia selain keturunan, ternyata sama aja. Wah keren yang punya klenteng itu kayak di film Turning Red. Pas ke Semarang aku cuma ke Sampokong, wkwk. Makasih mas Vay, makasih udah baca dan komen~

      Delete
  2. Wkwkwk Kak Endaah, ceritanya memang slow paced sekali dan aku juga sedekat ini 🤏🏻 untuk DNF, tapi begitu coba baca pelan-pelan, lama-lama kena hooked juga dan menikmati ceritanya.
    Akhirannya bikin nangisss juga 😭. Aku suka sama gambaran persaudaraan mereka yang solid gitu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha baca novel ini memang kudu pelan-pelan ya Li, ngikutin pace-nya. Kalau nggak sabaran bisa-bisa DNF beneran. Iyaaa ya ampun aku nangis sampe mata bengkak huhu. Si kembar empat di novel ini bener-bener ekstrem nggak sih perbedaan karakter dan jalan hidupnya, tapi kayak kata kamu, mereka solid banget. Kayak ada hubungan batin yang nggak bisa misahin mereka. Selalu ada satu sama lain.

      Delete
  3. Clara Ng itu penulis fav kuuuu 😁. Tulisannya menarik dan Kdg berani. Kayak yg gerhana kembar, membahas ttg LGBT.

    Blm baca yg dimsum trakhir. Tapi udah lama aku masukin ke bucket list..

    Kehidupan orang Tionghoa menarik memang. Dulu pas kuliah di Penang, aku tinggal bareng Chinese family mba. Jadi 4 THN itu bener2 ngerasain dan berbau dengan mereka. Tapi kluarga tmpat aku tinggal sangat mentingin belajar buat anak2nya. Disiplin bangeeet. Mungkin kebiasaan seperti iy juga yg bikin mereka banyak sukses di mana2

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berani banget mba Fan. Aku pas baca buku ini kayak...wow oke pemberani sekali penulisnya dalam mengangkat topik-topik di dalam cerita. Di buku ini juga ada LGBT-nya mba Fan.

      Iyaaa mereka disiplin banget, terus tekun gitu lho dalam bekerja dan menuntut ilmu. Prinsipnya daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin.

      Delete

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top