Hello! I'm back with the same title but different books. Ada empat buku lagi yang mau saya omongin hari ini, yaitu My Inner Sky, Hujan Bulan Juni, Komik Persatuan Ibu-Ibu, dan Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager.
Sebenernya pingin banyakin buku yang bisa di-submit untuk JanexLiaRC, tapi kok gak mood baca buku-buku elektronik yang sudah direncanakan sebelumnya. 😂😂😂 Kemarin maunya submit Tiga Venus, tapi alih-alih membaca, saya malah dengerin audiobook-nya di Storytel. 😅 Mau baca buku fisik juga ternyata udah nggak ada stok. 🙈 *makanya jangan sok bilang temanya mudah*
Yasudah kalau begitu langsung saja ke review singkat empat buku yang jadi topik utama postingan daripada malah curhat ngalor-ngidul. Leggooo~
My Inner Sky
Setelah membaca karya Mari Andrew yang berjudul Am I There Yet?, saya langsung memasukkan My Inner Sky sebagai wish list ketika buku itu masih dalam masa akan terbit. Buku My Inner Sky menjadi satu-satunya buku berbahasa asing yang saya punya.
Ternyata buku impor dan buku lokal itu baunya beda ya. Bau buku lokal baru lebih enak daripada bau buku impor baru di hidung saya. Bau buku lokal lebih harum, harumnya itu ada manis-manisnya. Tapi kalau buku impor baunya seperti bau bensin level rendah. Semoga cingcong di paragraf ini bisa dimengerti. 🙏
Anyway, My Inner Sky berisi tentang diary Mari Andrew yang mengisahkan hidupnya ketika mengalami kelumpuhan sementara. Selain itu juga dia menceritakan kisah cintanya yang beberapa kali tidak berjalan dengan mulus.
Tiga kutipan favorit saya dari buku ini adalah sebagai berikut:
I have to think that she falls deeper in love every spring because she really understands winter. (page 119)
Somebody is mourning and somebody is dancing around the living room. All real, all beautiful, all happening on the same night. (page 165)
But our inbox is actually neutral territory, good things also happen in the West Village, and Rio is a safe place. Our worst experience with a certain place is not indicative of the overall goodness of the place itself, ... . (page 179).
Sedangkan ilustrasi favorit saya adalah yang ini:
Hujan Bulan Juni
Baca buku ini gara-gara komentar Lia di postingan Perjamuan Khong Guan. 😆 Di iPusnas ada dua buku yang berjudul Hujan Bulan Juni. Satunya bersampul pink yang berisi kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono. Sedangkan satunya lagi bersampul bunga sakura, Velove Vexia, dan Adipati Dolken yang isi bukunya berupa novel (dan masih karya dari Sapardi Djoko Damono).
Saya membaca dua-duanya. Kesan untuk Hujan Bulan Juni yang berisi antologi puisi: puisi yang bisa saya pahami artinya bisa dihitung dengan jari di satu tangan. 😂😂😂 Sedangkan untuk novel Hujan Bulan Juni, isinya cukup bisa saya nikmati dan mengerti artinya.
Novel Hujan Bulan Juni menceritakan tentang kisah cinta Sarwono dan Pingkan. Pingkan ini memiliki darah campuran Manado dan Jawa, sementara Sarwono sudah bisa ditebak dari namanya kalau dia Jawa totok. Sarwono dan Pingkan sama-sama bekerja di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogja. Dari cerita dan dialog Sarwono tentang pekerjaannya, saya bisa sedikit banyak bisa memahami perasaannya. 😅
Di aspek romansa, Sarwono dan Pingkan ini cute sekali interaksinya. 🥰 Mereka bukan pasangan yang cringe, malah sering terlihat seperti dua orang sahabat yang saling bercanda tapi sebenarnya mereka saling mencintai. Banyak konflik batin Pingkan tentang darah keturunannya yang dibahas di novel ini.
Novel Hujan Bulan Juni termasuk minim dialog. Kebanyakan jalan ceritanya berupa narasi. Ada beberapa kalimat panjang yang tidak memakai tanda koma untuk memisahkan kata-katanya. Sepertinya hanya Eyang SDD saja yang bebas menulis dengan gaya seperti ini dan pembaca karyanya tetap banyak. 😆
Ada selipan beberapa puisi juga di novel ini. Tidak banyak, mungkin nggak sampai sepuluh puisi. Bab terakhir malah isinya hanya puisi. Hal inilah yang menyebabkan saya bereaksi "LHOH UDAH SELESAI???" ketika menjadi on fire menjelang akhir cerita. 😅 Memang menjelang bab terakhir ceritanya lebih menegangkan dengan pace yang cepat. Saya sempat berpikir begini, "Jangan bilang ceritanya akan seperti film Love Like the Falling Petals." 😂😂😂 Bersyukur sih ending-nya malah berisi puisi, jadinya saya nggak mental breakdown untuk kedua kalinya, wkwkwk.
Selain membaca novel Hujan Bulan Juni, saya juga nonton filmnya di Disney+. Filmnya itu errr...apa ya hmmm, kalau novelnya kan isinya konflik batin Pingkan tentang kesukuannya yang sering dipertanyakan, nah kalau di filmnya malah Sarwono yang galau dengan kesukuannya. Dia diajak ke Manado dan bertemu dengan keluarga besar Pingkan, jadinya dia malah kayak Jawa yang terasing. Padahal kan suku Jawa termasuk yang mayoritas ya di Indonesia. Agak sayang aja yang dibahas malah yang mayoritas.
Pingkan banyak bernarasi di filmnya, entah itu menceritakan latar belakang hubungannya dengan Sarwono atau membaca beberapa puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Menurut saya, masih lebih bagus novelnya daripada filmnya. Tentang batuk-batuk Sarwono di film, ditampilkannya itu seperti mendadak muncul. Sedangkan di novelnya sudah dari awal diceritakan. Ending-nya lebih dieksplisitkan di filmnya, kalau di novelnya hanya implisit. Oh iya lupa bahas, novelnya tipis, seingat saya nggak sampai 200 halaman.
Komik Persatuan Ibu-Ibu
Siapa yang suka dengan gaya menggambar Puty Puar? Kalau suka, ayo tos dulu. HEHEHEHEHE.
Komik Persatuan Ibu-Ibu merupakan diary Puty Puar ketika baru menjadi ibu dari anaknya yang bernama Antariksa. Karena namanya komik maka buku ini full gambar. Cerita-cerita yang ada di dalamnya kocak dan memang pernah saya temui sendiri di kehidupan sehari-hari. Kalau kamu sudah memiliki anak, sepertinya akan sering mengangguk-angguk setuju dengan gambarnya mba Puty di komik ini. Lebih relate juga saya rasa. Komiknya tipis jadi bisa dibaca dalam sekali duduk.
Panduan Jarak Sosial di Tempat Kerja Sehari-hari Kaum Introver dan Mager
Judulnya sungguh sangat kuat memancing minat saya untuk meminjam bukunya. Saya kira buku ini bergenre self improvement, ternyata kumpulan puisi. Hahahaha. Sama banget seperti kasus waktu melihat sampul Perjamuan Khong Guan, nggak kebaca keterangan "kumpulan puisi"-nya. 😂😂😂
Buku karya Lucia Priandarini ini juga tipis, nggak sampai 200 halaman. Puisi-puisinya menggunakan pilihan kata yang tidak rumit. Setipelah dengan Perjamuan Khong Guan. Tapi bagi saya Perjamuan Khong Guan tetap juara satu di hati. Wkwkwkwk. Puisi yang paling membekas untuk saya dari buku yang judulnya lumayan panjang ini adalah yang berjudul Pundak Ibu. Sampai nangis bacanya. 😭
🌌☔🤱💜
Semoga bermanfaat!
*
No comments :
Post a Comment
Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.