December 19, 2022

Review Rapelan Empat Buku


Halooo...

Sesuai judulnya, di postingan ini saya merapel review dari empat buku yang sudah saya baca beberapa waktu yang lalu.

Kenapa dirapel? Karena bingung kalau mau ditulis satu-satu kok kependekan semua. ๐Ÿ˜… Jadi yaudah dirapel aja jadi satu tulisan.

Buku-buku yang ada di postingan ini adalah yang memiliki judul Yang Bertahan dan Binasa Perlahan, Jeruk Kristal, Lalu Semuanya Lenyap, dan Heart-Shaped Tears.

Selamat membaca!


Yang Bertahan dan Binasa Perlahan
Akhirnya sempat juga menamatkan kumpulan cerita karya Okky Madasari ini. Yang Bertahan dan Binasa Perlahan berisi sembilan belas cerita pendek yang ditulis oleh Okky Madasari di rentang waktu 2007 sampai 2017. Walaupun terdiri dari sembilan belas judul, buku kumpulan cerita ini tergolong tipis, hanya 196 halaman saja. Versi yang saya baca di iPusnas adalah terbitan Gramedia Pustaka Utama.


Cerita pertama mempunyai judul yang sama dengan judul bukunya, yaitu Yang Bertahan dan Binasa Perlahan. Cerita tersebut berkisah tentang satu keluarga kecil, terdiri dari suami, istri, dan tiga orang anak, yang menempuh perjalanan dari Jawa ke Kalimantan dalam rangka transmigrasi. Selama ini saya membayangkan transmigran ini nyaman selama perjalanan maupun ketika sampai di tempat tujuan karena semuanya difasilitasi. Ternyata bayangan saya salah, at least ketika tahu dari cerita pendek ini. Perjalanan dan perjuangan para transmigran tergolong berat. Sesuai dengan judulnya, ada yang bertahan dan ada yang mati perlahan. 

Delapan belas cerita lain setelahnya tidak sepanjang Yang Bertahan dan Binasa Perlahan. Jadi, tips dari saya untuk calon pembaca kumpulan cerita ini, tahan-tahanin aja baca cerpen pertama kalau merasa lama nggak selesai-selesai karena cerpen berikut-berikutnya beneran pendek. 

Beberapa cerita dari buku ini yang masih membekas di ingatan saya adalah yang berjudul Janin, Sarap, Pemain Topeng, Keumala, Partai Pengasih, Patung Dewa, Lalu Kita Menua, Akad, dan Saat Ribuan Manusia Berbaris di Kotaku. Dari sembilan cerita tersebut, yang menurut saya auranya bahagia hanya Akad. Itupun bukan bahagia sepanjang cerita, masih ada galau-galau yang menyertainya (tenang saja itu bukan akad nikah kok), setidaknya Akad masih memberikan setitik cahaya harapan di bagian akhirnya. 

Okky Madasari memang piawai membuat cerita bertema kritik sosial yang membawa rasa sedih, marah, kecewa, hampa, dan/atau bahagia dalam satu cerita. Seringkali rasa-rasa itu dicampurkan bersamaan tapi dengan cara yang rapi karena manusia memang makhluk yang kompleks. 

Kutipan favorit saya dari buku kumpulan cerita ini adalah:
 
"Tapi dalam keterhinaan itu, aku menemukan kebenaran. Begitu pengecutnya aku, hingga untuk hidup saja takut. Begitu tak punya harga dirinya aku, hingga lebih memilih mati untuk bisa melarikan diri. Aku menangis. Menangis karena malu." (hlm. 146) 

 
Jeruk Kristal
Jeruk Kristal adalah kumpulan cerita pendek dan novelet yang ditulis oleh Maria Antonia Rahartanti Bambang Haryo, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama di tahun 2018 dengan ketebalan 216 halaman. Buku ini memiliki sampul cantik berupa lukisan bergaya opaque karya cucu penulis, yaitu Antonio Reinhard Wisesa. 

Lukisan cucu penulis tersebut tidak hanya terpampang di sampul buku tapi juga di setiap awal cerita di dalam bukunya. Buku ini terdiri dari sepuluh cerpen dan satu novelet. Salah satu cerpen berjudul sama dengan bukunya, yaitu Jeruk Kristal.


Saya tertarik dengan buku ini karena ilustasi sampulnya yang cantik. Ilustrasi-ilustrasi di dalam setiap cerita juga sukses menghentikan saya sejenak untuk mengagumi detail-detail di dalamnya sebelum lanjut membaca cerita. Cerita-cerita di buku ini sering terjadi di kehidupan sehari-hari, slice of life kayaknya ya istilahnya. Beberapa cerita terasa heart warming dan meningatkan bahwa ada rumah tempat kita pulang ketika merasa lelah dengan dunia. 

Latar tempat yang digunakan dalam novel ini ada kota Jakarta, Yogya, dan tempat-tempat di Prancis dan Belgia. Sementara latar waktu yang digunakan adalah masa lampau, masa dimana peranti komunikasi belum secepat sekarang dalam menyampaikan informasi. 

Idk ada yang seperti saya atau enggak, begitu membaca nama penulis buku Jeruk Kristal ini, saya jadi teringat ke orang-orang yang tetap membawa keanggunannya sampai masa tua, hidupnya juga yang well organized. Ketika membaca cerita-cerita yang ada, rasanya saya ikut merasakan ke-well-organized-an tersebut. 


Lalu Semuanya Lenyap
Lalu Semuanya Lenyap menjadi novel pertama Agatha Christie yang saya baca. Bacanya di iPusnas. Versi yang tersedia di iPusnas adalah cetakan keduabelas, yaitu November 2017, telah dialihbahasan oleh Mareta, dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan jumlah halaman 288. Novel aslinya yang berbahasa Inggris dengan judul And Then They Were None terbit di tahun 1939.


Sinopsis singkat dari Lalu Semuanya Lenyap adalah sebagai berikut: 

Sepuluh orang diundang ke pulau seberang pantai Devon. Sepuluh orang dengan rahasia kelam asing-masing, datang tanpa curiga pada sore musim panas yang indah. 

Tetapi tiba-tiba terjadi serentetan misterius. Pulau tersebut berubah menjadi pulau maut ketika orang-orang itu tewas satu demi satu. 

Saya sudah pernah mereview novel ini di Twitter di awal November kemarin. Berikut review tersebut:



Heart-Shaped Tears
Akhirnyaaa dapat kesempatan juga untuk meminjam novel karya public figure Korea Selatan ini. Heart-Shaped Tears adalah novel karya aktris Ku Hye Sun atau Goo Hyesun, pemeran Geum Jandi di drakor Boys Over Flowers.


Sebelum membaca novel Ku Hye Sun ini, sebenarnya saya sudah pernah membaca novel public figure Korea Selatan lainnya tapi DNF karena selain novelnya lebih tebal dari Heart-Shaped Tears ini, saya merasa kalimat-kalimat di novel DNF tersebut tidak terlalu rapi sehingga agak nggak enak dibaca. :( 

Heart-Shaped Tears tergolong tipis, hanya sekitar 112 halaman saja. Versi di iPusnas dicetak oleh Noura Books dan diterjemahkan oleh Listya Ayunita Wardadie. Edisi terbit cetaknya tahun 2019, sedangkan terbit digitalnya tahun 2020. 

Blurb Heart-Shaped Tears adalah sebagai berikut: 

"Ayo kita menikah!" 

Itulah yang diucapkan So-Ju beberapa jam setelah pertemuan pertamanya dengan Sang-Sik. Tentu saja, penolakanlah yang ia dapatkan. Setelahnya, wanita itu menghilang dan Sang-Sik kelimpungan. 

Bagi Sang-Sik, So-Ju seperti hantu, muncul dan lenyap sesukanya. Membuat Sang-Sik mencandu. Kini, dia merindu, tetapi So-Ju sepertinya tidak begitu. 

Sudut pandang cerita ini diambil dari POV orang pertama, yaitu Sang-Sik. Sepanjang membaca novel ini, imajinasi yang ada dalam kepala saya adalah seperti nonton drakor sendu ala musim dingin yang banyak diisi narasi oleh suara sang tokoh utama. 

Ceritanya agak-agak aneh sih kalau menurut saya (alias nggak bagus-bagus amat tapi juga nggak bisa dibilang jelek). Mungkin karena budaya Korea Selatan dan Indonesia berbeda dalam mengungkapkan perumpamaan dalam hal romansa cinta. Kalau beberapa istilah dalam bahasa Korea yang tidak diterjemahkan ke bahasa Indonesia sih cincai lah ya, masih bisa mengerti karena sudah satu dekade ngikutin budaya popnya. Bagi yang belum familiar dengan istilah-istilah tersebut, tenang saja, ada catatan kaki yang menjelaskannya.

๐Ÿ’ช๐ŸŠ๐Ÿ”ช๐Ÿงก

Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di postingan selanjutnya!


*

No comments :

Post a Comment

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top