December 15, 2022

Review: Juru Tato dari Auschwitz


Juru Tato dari Auschwitz ditulis oleh Heather Morris dan dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh Lulu Wijaya. Novel ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan ketebalan 304 halaman. Novel yang saya baca di iPusnas merupakan edisi digital tahun 2020.

BLURB
Pada bulan April 1942, Lale Sokolov, seorang yahudi Slovakia, dibawa secara paksa ke kamp konsentrasi di Auschwitz-Birkenau. Lale menguasai beberapa bahasa, maka dia dipekerjakan sebagai Tätowierer--juru tato dan ditugaskan menato sesama tahanan di kamp itu.

Selama dua setengah tahun di dalam kamp, Lale menyaksikan berbagai kejahatan dan kebiadaban. Dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri, dia menggunakan posisinya yang lebih baik untuk membarter perhiasan dan uang--milik orang-orang Yahudi yang dibunuh--dengan makanan untuk sesama tawanan.

Suatu hari di bulan Juli 1942, Lale menghibur seorang wanita muda yang menunggu giliran ditato lengannya. Nama wanita itu Gita, dan sejak pertemuan itu, Lale bertekad untuk bisa keluar hidup-hidup dari kamp itu dan menikahi Gita.

The Tattooist of Auschwitz merupakan penceritaan ulang atas pengalaman Lale Sokolov yang menato lengan ribuan tahanan di kamp konsentrasi pada masa-masa Holocaust, sekaligus menjadi bukti akan kekuatan cinta dan kemanusiaan dalam keadaan-keadaan yang paling gelap sekalipun.


REVIEW
Gila ceritanya bagus banget! Saking bagusnya sampai saya lahap hanya dalam sekali duduk. Sampai mencari-cari video bagaimana penampakan kamp konsentrasi Auschwitz juga. Sesek banget ya Allah lihat barang-barang milik korban Holocaust yang ada di sana. 😭 Saya yang hanya menonton dari layar handphone saja sesak, apalagi Lale yang dulunya melihat secara langsung semua kekejian tentara Nazi. Di suatu waktu bahkan Lale sampai jatuh sakit karena shock.

Di novel ini, dijabarkan bagaimana Lale menyembunyikan makanan, berlian, dan benda-benda lain di bawah kasurnya. Dalam bayangan saya, Lale tidur di atas kasur yang proper. Sampai saya menonton video dokumentasi kamar tidur para tahanan...mata rasanya berkaca-kaca karena tempat tidur mereka pada umumnya lebih mirip kandang hewan ternak. 😭 Belum lagi tubuh-tubuh mereka yang sangat kurus karena tidak mendapatkan makanan yang pantas. 😭

Saya dari dulu tidak bisa paham dengan tujuan Hitler yang memusnahkan orang-orang yang ada di kamp konsentrasi, walaupun sudah membaca dan menonton video tentang kamp tersebut. Jangankan saya, Lale sendiri tidak paham dengan tujuan tersebut. Kalau tujuannya untuk memusnahkan orang Yahudi, Lale sendiri bukan seorang Yahudi yang taat.

Membaca kisah Lale di novel Juru Tato dari Auschwitz, saya sering ketar-ketir dengan tindakannya yang nyerempet bahaya. Bahaya untuk nyawanya sendiri karena tentara Nazi di kamp yang kebanyakan masih berusia belia itu sering menembak tahanan yang tidak mereka sukai tindakannya. Beruntung Lale ini orangnya pintar menjalin jaringan dan bernegosiasi.

Di sela-sela membaca cerita ketidakpastian hidup di kamp konsentrasi, saya merasakan kehangatan cinta dan kasih sayang yang penulis tuliskan di novel yang diangkat dari kisah nyata ini. Lale adalah seorang laki-laki yang mendapat banyak pelajaran cinta kasih dari ibunya, seperti yang dituliskan sebagai berikut:
 
"Kau harus menaruh perhatian, Lale; ingatlah hal-hal kecil, maka hal-hal besar akan tuntas dengan sendirinya," dia mendengar suara manis ibunya. (hlm. 131)

"Pertama-tama kau harus belajar mendengarkan dia. Sekalipun kau capek, jangan pernah terlalu capek untuk mendengarkan apa yang ingin dikatakannya. Pelajari apa yang disukainya, dan yang lebih penting, apa yang tidak disukainya. Setiap kali bisa, beri di hadiah-hadiah kecil--bunga, cokelat--wanita suka hal-hal ini." (hlm. 195)
 
Lale ingin menemukan orang yang dapat membuatnya jatuh cinta, yang dapat dihujaninya dengan kasih sayang dan hal-hal yang kata ibunya penting: bunga, cokelat, waktu, dan perhatiannya. Di tengah-tengah kehidupan yang suram di kamp konsentrasi, Lale jatuh cinta dengan seorang gadis bernama Gita. Dia bertemu dengan Gita selagi bertugas sebagai juru tato. Kepada Gita lah kasih sayang Lale dicurahkan.

Karena diangkat dari kisah nyata, di bagian epilog diceritakan bagaimana akhir dari kehidupan Lale, Gita, dan tokoh-tokoh lain baik sesama tahanan maupun tentara-tentara Nazi. Kutipan favorit dari novel ini bagi saya adalah sebagai berikut:

"Asal kita masih hidup dan sehat, segala sesuatu akan beres juga nantinya." - Gita Furman - (hlm. 290)

Lale menjalaninya hidupnya dengan semboyan ini: "Kalau pada pagi hari kau masih bangun, berarti itu hari yang baik." (hlm. 285)
 
Saya berpikir...kalau Lale dan Gita saja bisa mempunyai harapan seperti itu ketika berada di tempat yang terlihat tidak memiliki harapan, saya yang hidup bebas ini seharusnya bisa mempunyai semangat seperti mereka. Dua kutipan tersebut selalu saya ingat-ingat ketika menghadapi hari yang buruk.

Thank you for your recommendation, Liii!
 
 
*

4 comments :

  1. Gilss! Kak Endah ngebut banget bacanya 🤣. Bener sih, ceritanya bagus banget! Susah buat dilepasin gitu aja kalau belum selesai 😂. Akupun begitu selesai baca langsung cari info soal Auschwitz sampai cari vlog tour ke sana. Merinding dan miris banget karena penjaranya bener-bener nggak layak. Dibayanganku tuh penjaranya masih kayak yang di tv lah, masih ada kasur tipisnya. Bener sih ada kasur tipisnya tapi itu triplek 😭. Nggak kebayang begitu musim dingin gimana, pasti tersiksa banget 😣. Yang lebih bikin nyesek adalah mereka nggak ada salah apa-apa sampai akhirnya ditangkap... Sedih 😭

    Aku suka sosok Lale karena meski dia pintar berkoneksi, tapi dia nggak sombong dan tetap mau bantu teman-teman lain yang senasib. Terus perjuangan cinta Lale sama Gita tuh 🥺. Terharuuuu.

    Habis baca buku ini, aku jadi pengin baca buku lainnya soal Auschwitz tapi belum kesampain karena moodnya hilang 🤣.

    Senang sekali Kak Endah menikmati buku ini! 🥺❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha, page turner banget Liii bukunya. Iyaaa huhuhu, beneran gak layak pokoknya. Mana kalau tidur kan pasti dempet-dempetan karena orang-orangnya kayak dijejalin gitu aja di satu ruangan. T___T Sampai yang wanita-wanitanya juga gak menstuasi kan Li gara-gara kurang gizi. T___T Betuuul, dan ada anak-anak juga yang mereka gak salah apa-apa, gak tau apa-apa, tapi dengan kejamnya diekseskusi. T___T

      Iyaaa, Lale ini punya cinta yang tumpah-tumpah kayaknya. Nggak hanya buat Gita tapi juga untuk orang-orang lain di sekitarnya. T___T

      HAHAHAHAHA DASAAAAR. Semoga tahun depan mood untuk baca tentang Auschwitz muncul lagi ya. xD

      Yuhuuu thank you so much Li, emang beneran racun kamu ampuh. xD <3

      Delete
  2. Duh, saya tuh paling nggak tahan kalau baca buku yang bahas tentang kekerasan manusia huhu. Nggak kuat ngebayanginnnya

    Btw ternyata ada juga ya sisi lain dari kamp konsentrasi Auschwitz. Enggak cuma tentang cerita pembuhan masal, tapi ada kisah cinta yang bisa diangkat menjadi sebuah novel atau cerita

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, novel ini heart warming karena menampilkan kasih sayang dan cinta di tengah-tengah keadaan yang mendekati hopeless. Tapi kalau mas Doni orangnya gak tegaan kayaknya kuat-kuatin batin dulu sebelum baca buku ini.

      Delete

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top