July 19, 2020

Review Buku 'The Geography of Love': Keliling Dunia Mencari Makna Cinta


Identitas Buku:
Judul buku: The Geography of Love
Penulis: Peter Theisen
Penerjemah: Amanda Clara
Cetakan: I, Oktober 2015
Penerbit: Qanita
Jumlah halaman: 400 h.
ISBN: 978-601-1637-77-7


Blurp:
Rasa Coca-cola di mana-mana sama;
Tapi bagaimana rasanya cinta?

🎔

Di Georgia, kulit domba yang dihamparkan artinya siap menuju pernikahan. Di Indonesia, adat Minangkabau, orang yang naik dan turun dari tangga yang sama artinya menabuh genderang perang pada keluarga pengantin. Pada pesta-pesta pernikahan di Zanzibar, kaum perempuan mabuk buah pala hingga tak sadarkan diri.

... sesungguhnya apa persamaan cinta dalam berbagai budaya di dunia? Peter Theisen mencari jawabnya dengan berkeliling dunia dalam petualangan "Tour d'amour" yang menegangkan sekaligus lucu.

🎔

Peter Theisen, lahir tahun 1966, lulusan etnologi, afrikanistik dan geografi. Dia adalah penulis dokumenter dan reporter untuk ZDF (stasiun televisi-negara kedua di Jerman). Selain fasih berbahasa Inggris, dia berbicara bahasa Spanyol, Prancis, dan Swahili.


Review:
Buku ini bukan bagian dari 'The Geography of Genius' ataupun 'The Geography of Bliss'. Penulisnya berbeda, buku ini ditulis oleh orang Jerman bernama Peter Theisen bukan Eric Weiner. Sebenarnya judul asli buku ini adalah 'Liebe in Zeiten der Cola', yang mempunyai arti harfiah 'Cinta di Era Cola'. Entah kenapa penerbitnya memberi judul 'The Geography of Love', mungkin agar lebih menjual.

Judul 'The Geography of Love' memang sesuai sih dengan isi bukunya. Hampir sama dengan Eric Weiner, penulis buku ini juga mengusung tema mengunjungi beberapa negara untuk menemukan hal yang ada di kata terakhir dari frasa "the geography of ...". Peter Theisen mencari makna dan perbedaan cinta di dunia.

Negara-negara yang dikunjungi oleh Peter Theisen tidak sebanyak yang dikunjungi Eric Weiner. Peter Theisen "hanya" melakukan penelitian di tujuh negara, yaitu Georgia, Kolombia, Zanzibar, Indonesia, Fiji, dan Samoa. Dipilihnya negara-negara tersebut adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:
  1. Bagaimana seorang lelaki terkesima pada goyangan pinggul gadis Polinesia?
  2. Bagaimana malam pernikahan ala Zanzibar?
  3. Mengapa di Pegunungan Kaukasus penculikan calon mempelai wanita terus berlangsung?
  4. Mengapa mereka yang hidup di tanah kaum Macho di Kolombia adalah orang yang paling bahagia di muka bumi?
  5. Apakah para wanita di negara Muslim hidup sangat tertekan seperti yang selalu dikatakan oleh orang-orang Eropa?
  6. Apa hubungan anus babi hutan panggang dengan keperawanan mempelai wanita di Fiji?

Sebagai seorang warga negara Jerman dan hidup di tanah Eropa Barat, perjalanan mencari cinta ke beberapa negara Asia, Afrika, dan Polinesia tersebut membuat Peter Theisen menemukan hal-hal unik yang tidak pernah diketahui sebelumnya atau bahkan hal-hal yang sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat negara maju. Contohnya adalah penculikan pengantin wanita di pedesaan Georgia (walaupun angka kasusnya sudah turun secara signifikan karena globalisasi).

Dilihat dari negara yang dia kunjungi, Peter Theisen sepertinya menyeimbangkan antara negara yang mayoritas Islam dan mayoritas Nasrani. Dia ingin melihat adanya pengaruh agama dengan kehidupan cinta. Ada negara yang memang aturan agamanya kuat dan membatasi hubungan laki-laki dan perempuan sebelum menikah, ada negara yang pengaruh agamanya kuat dalam penikahan namun hampir tidak memiliki pengaruh di kehidupan pemuda-pemudinya sebelum menikah, dan ada negara yang aturan agamanya bisa berjalan selaras serta tidak bertentangan dengan adat istiadat nenek moyang penduduknya. Kompleks sekali dan sulit untuk dibatasi hanya dengan satu atau dua kategori saja.

Secara umum di negara-negara yang sudah dia kunjungi, pernikahan dilangsungkan ketika kedua mempelai berusia pertengahan dua puluhan. Keadaan perawan dan tidak perawan adalah penting di beberapa negara sampai ada yang namanya klinik perawan untuk mengembalikan keperawanan. Patriarki juga masih kuat terlepas dari apa pun mayoritas agama yang dianut penduduk negara-negara yang dikunjunginya. Namun karena adanya globalisasi, perempuan-perempuan sudah mulai berani menyuarakan pendapatnya jika mendapat perlakuan yang tidak adil, terutama di kota-kota besarnya. Mendapatkan pasangan dari negara lain yang mereka pikir lebih bisa menghargai hak-hak mereka pun sudah lebih mudah dilakukan.

Buku ini terkesan sangat personal karena berisikan pengalaman-pengalaman pribadi yang dialami penulisnya. Peter Theisen menuliskan secara jujur pengalaman selama penelitiannya dan tidak jarang hal yang dituliskannya itu konyol dan lucu karena gegar budaya (maupun ditaksir wanita yang baru bertemu dengannya). Salah satu contohnya adalah ketika menghadiri sebuah pesta pernikahan di Minangkabau. Dia dan narasumbernya tidak ada yang kenal dengan tuan rumah, namun atas dasar penelitian maka Peter Theisen diizinkan masuk dan berfoto di atas pelaminan bersama pengantin dan keluarganya. Karena tidak memahami budaya maka dia menuruni tangga pelaminan yang sama waktu dia naik ke pelaminan untuk bersalaman. Dalam budaya Minangkabau, hal ini artinya menarik kembali doa yang telah diucapkan kepada pengantin. 😂

Foto menghadiri upacara pernikahan Minangkabau ini dicetak berwarna di halaman belakang sampul depan. Foto-foto dokumentasi lainnya juga dicetak di setiap bab pergantian penelitian negera satu ke negara lainnya. Namun dicetaknya dalam format hitam putih. Foto-foto ini kualitasnya bagus sehingga terlihat jelas dan tidak kabur. Kelima foto hitam putih ini dicetak ulang di satu halaman-dalam sampul belakang.


*

No comments :

Post a Comment

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top