January 1, 2019

Putar-Putar Kota Bandung


Halooo... selamat tahun baru! Hari ini saya mau cerita tentang liburan panjang pas Natal kemarin. Liburannya ke Bandung. Kota ini sudah masuk ke bucket list sejak setahun yang lalu wkwk. Ceritanya urut per hari biar mudah mengingat detil-detil yang terjadi.


Sabtu, 22 Desember 2018
Paginya packing terus siangnya berangkat ke stasiun. Jalanan udah macet banget karena banyak orang yang juga pergi liburan. Perjalanan Malang-Bandung memakan waktu kurang lebih 16 jam, jadi di tanggal ini isinya cuma di kereta aja.

Stasiun Kota Malang


Minggu, 23 Desember 2018
Pagi menjelang siang akhirnya sampai juga di tanah Pasundan. Mampir dulu ke kosan temen untuk mandi dan siap-siap buat jalan-jalan seharian. Pertama kami pergi ke Buah Batu untuk brunch. Bandung terkenal dengan kulinernya, waktu di Buah Batu saya pesan makanan dan minuman yang namanya unik terus nggak pernah saya jumpai di Malang yaitu cuanki dan es goyobod. Cuanki ini ternyata mirip bakso Malang penampilannya haha, isinya ada bakso daging, siomay, tahu, sama gorengan. Katanya cuanki ini singkatan dari "cari uang jalan kaki" wkwk. Es goyobod isinya kacang hijau, roti tawar, agar-agar (atau hunkwe?), dkk. Lupa isinya apa aja yang pasti rasanya enak banget!!! Maafkan nggak ada foto cuanki dan es goyobod huhu soalnya dulu laper nggak sempet ambil foto.

Selesai sarapan lanjut ke hostel untuk naruh barang. Saya nginap di INAP at Capsule Hostel yang ada di alamat Jl. Karapitan No. 1 Grand Asia Afrika Apartment, Tower D, 19th floor, unit 17 (D-1917), Asia Afrika, Bandung 40261. Seperti yang tertera di alamatnya, hostel ini berada di lantai 19. Hostel ini letaknya agak masuk-masuk jadi untuk lebih jelasnya lihat di video ini saja bagaimana mencapai lokasi:

Perjalanan diteruskan ke Masjid Raya Bandung yang berada di dekat ruas jalan Asia Afrika. Masjid ini dibangun pada tahun 1812 dan sejak didirikannya sudah mengalami renovasi beberapa kali. Saat ini luas tanah keseluruhan masjid adalah 23.448 meter persegi, luas bangunan 8.575 meter persegi, dan dapat menampung 13.000 orang jamaah. Masjid Raya Bandung memiliki dua menara kembar di sisi kanan dan kiri. Masing-masing menara tingginya 81 meter (sumber).

Halaman depan masjid yang ada rumput sintetis hijaunya, ramai luar biasa bukan?

Di dalam masjid juga nggak kalah rame!

Pemandangan dari atas menara masjid.

Kota Bandung dari atas menara Masjid Raya, dari atas menara ini kita bisa menikmati pemandangan kota 360 derajat (pengunjung harus membayar untuk bisa naik ke menara).

Kemudian kami ke Museum Konperensi Asia Afrika (KAA) yang nggak jauh-jauh amat dari Masjid Raya. Masuknya gratis. Di dalam Museum KAA terdapat berbagai foto, diorama, dan benda peninggalan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Bangunan museum ini bergaya kolonial dan merupakan simbol perjuangan dan bersatunya negara-negara di kawasan Asia Afrika untuk melawan segala bentuk penjajahan dan penindasan (sumber).

Ruas jalan Asia Afrika

Berbagai macam dokumentasi yang ada di dalam Museum KAA

Mesin ketik yang dulu dipakai pada waktu konferensi

Waktu kami ke sana kebetulan ada pemutaran film pendek tentang sejarah tercetusnya Konferensi Asia Afrika. Dari film tersebut saya akhirnya ingat lagi kalau salah satu tujuan Konferensi Asia Afrika adalah meredam ketegangan dunia saat masa perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat dipimpin Amerika Serikat, sedangkan Blok Timur dipimpin oleh Uni Soviet. Usai diselenggarakannya konferensi ini, banyak negara-negara di kawasan Asia dan Afrika yang memproklamasikan kemerdekaannya.

Oh iya saya nggak nyangka kalau ruangan konferensi ada di satu lokasi dengan museum ini. Ruangan tempat penyelenggaran KAA ini masih terawat, rapi, dan luas. Boleh lho kita duduk-duduk di kursi yang ada di ruangan ini dengan catatan tetap menjaga sopan santun. Di bagian akhir museum, ada toko suvenir yang menjual pernak-pernik seperti kaos, topi, gantungan kunci, dan magnet kulkas. Toko ini juga menyediakan minuman dingin.

Ruang konferensi

Lanjut jalan ke Braga yang mana saya suka banget sama suasananya yang antik. Bangunan-bangunan kolonialnya bersih dan terawat karena banyak digunakan sebagai kafe. Jalan dan trotoarnya pun dibuat bernuansa antik. Di sepanjang trotoar banyak yang menjual lukisan. Ini beneran sih kalau saya suka difoto gitu mungkin tiap satu meter jalan berhenti dan minta difotoin di pintu-pintu bangunan tuanya yang artistik hahaha. Yang suka berfoto dengan latar belakang oke punya untuk dipajang di instagram, you should visit Braga street.



Pas jalan-jalan menikmati Braga, ada sebuah kendaraan yang penampilannya unik dan nggak asing buat saya karena pernah muncul di KBS Battle Trip episode 114. Nama kendarannya Bandros alias Bandung City Tour Bus. Sayangnya waktu kami ke shelter Bandros di sebelah Alun-Alun Bandung, bus ini sudah berhenti beroperasi huhuhu kesorean ngejarnya. Akhirnya banting setir main ke Rumah Dinas Walikota Bandung yang ada di seberang shelter Bandros. Sama seperti menara Masjid Raya, halaman rumah dinas ini dibuka untuk umum setiap akhir pekan. Cukup dengan meninggalkan KTP di pos penjaga, kita bisa bebas jalan-jalan di halaman depannya yang luas dan indah.

Shelter Bandros di Alun-Alun Bandung

Halaman depan rumah dinas Walikota Bandung, tapi nggak ketemu sama Pak Ridwan Kamil :( yakali lu sape :(

ADA GREENHOUSE!!! HADOOOH IDAMAN BANGET INI PUNYA RUMAH YANG ADA GREENHOUSE-NYA!

Rumahnya asri karena banyak pohon

Berikutnya ke China Town Bandung. Saya kira China Town ini cuma jalan kayak Jl. Braga gitu yang kanan kiri ada bangunan-bangunan khas. Ternyata bukan, China Town Bandung merupakan tempat wisata dengan konsep mini theme park. BAGUS BANGET! Ada display benda-benda kuno, tempat persewaan pakaian khas China, tempat makan, tempat beli oleh-oleh, spot-spot foto dengan background oriental, dan mushola. Beruntung pas ke sana pas ada pertunjukan barongsai juga, jadi lengkap deh suasana ala Chinese-nya. Kami main-main di China Town Bandung sampai hari hampir gelap.

Koleksi benda-benda kuno di China Town Bandung

Ini tempat favorit foto-foto buat orang-orang yang menyewa kostum

Tempat makan terbuka

Salah satu toko yang menjual snack

Sejarah singkat tentang china town atau pecinan di Bandung berdasarkan poster yang ada di China Town Bandung:

Ada dua alasan terbentuknya pecinan:
1. Alasan sosial, berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling membantu. Ini sering dikaitkan dengan sifat eksklusif orang Tionghoa, tapi tidak bisa digeneralisasi karena sifat eksklusif ada pada etnis dan bangsa apapun. Contohnya di Fujian Tiongkok dimana terdapat Kampung Arab dan di Shanghai terdapat Kampung Yahudi.
2. Alasan politis, pada zaman Hindia Belanda pemerintah lokal mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya lebih mudah diatur. Kebijakan ini dikenal dengan nama Wijkenstelsel. Pemerintah Hindia Belanda menganggap kedekatan kaum pribumi dengan para warga Tionghoa membahayakan keamanan mereka.

Bangsa Tionghoa pertama kali datang ke Indonesia melalui ekspedisi Laksamana Haji Muhammad Cheng Hoo (1405-1433). Ketika itu, Cheng Hoo berkeliling dunia untuk membuka jalur sutra dan keramik. Cheng Hoo pun pernah menginjakkan kaki di Pulau Jawa. Sejak ekspedisi itu, berangsur-angsur bangsa Tionghoa berdatangan dan membangun pecinan di beberapa daerah di Pulau Jawa.

Sebagian warga Tionghoa di Pulau Jawa pindah ke Bandung ketika terjadi Perang Diponegoro (1825). Setiba di Bandung, sebagian besar warga Tionghoa tinggal di kampung Suniaraja dan sekitar jalan Pecinan Lama. Mereka menetap dan mencari nafkah di sana dan tahun 1885 mulai menyebar ke jalan Kelenteng. Pecinan di Jl. Kelenteng ditandai dengan pembangunan Vihara Satya Budhi.

Hubungan warga Tionghoa dan pribumi sekitar abad ke-19 dekat sekali, akan tetapi Pemerintahan Belanda tidak senang melihat keadaan itu. Belanda pun memisahkan Tionghoa dan pribumi dari segi ekonomi. Warga Tionghoa dijadikan perantara perekonomian bangsa Eropa dan pribumi dalam perdagangan rempah-rempah. Lama kelamaan kedekatan masyarakat Tionghoa dan pribumi pun memudar.

Pecinan Bandung berkembang pesat di sekitar Pasar Baru sejak 1905. Umumnya warga Tionghoa menjadi pedagang. Selain di Pasar Baru, kawasan pecinan juga tumbuh di sekitar jalan Suniaraja dan Citepus pada 1914.

Ketika peristiwa Bandung Lautan Api, kios-kios di Pasar Baru dibakar tentara Belanda. Wilayah Bandung terpisah menjadi bagian utara dan bagian selatan. Kedua wilayah dibatasi rel kereta api yang membujur dari Cimahi hingga Kiaracondong. Wilayah utara dikuasai Belanda, sedangkan wilayah selatan diduduki oleh pribumi dan warga asing.

Akibat peristiwa itu, warga Tionghoa mengungsi ke kawasan Tegalega, Kosambi, Sudirman, dan Cimindi. Dengan demikian dari Pasar Baru, kawasan pecinan meluas ke daerah-daerah tersebut. Warga Tionghoa dan pribumi pun bersatu kembali. Belanda menyebut kawasan ini "Groote Post Weg".

Tujuan terakhir hari itu ke Dago. Dago hari itu sepiii banget padahal biasanya rame kata teman saya. Kami jalan-jalan gabut barangkali nemu keramaian eh sampai jauh pun tetep sepi aja hahaha. Ya sudah mampir ke Kartika Sari beli oleh-oleh biar besok nggak ribet karena besoknya kami mengagendakan naik Bandros.

Habis beli oleh-oleh kami pulang ke tempat masing-masing. Teman saya ke kosnya, saya ke penginapan. Ini nih saya mau memuji-muji INAP at Capsule Hostel. Tempatnya walaupun nggak luas-luas banget tapi nyaman, bersih, dan nggak berisik. Kamar mandinya ada air panasnya, disediakan sabun dan tisu juga. Bed saya ada di kamar biasa tanpa special view, satu kamar ada empat bed (dua di bawah, dua di atas). Masing-masing bed punya kotak berkunci untuk menyimpan barang-barang berharga. Terus privasi juga terjaga karena ada tirainya. KASURNYA SUMPAH ENAK BANGET BUAT TIDUR. Udahlah capek seharian jalan-jalan, hostelnya mantap buat istirahat! Surga dunia...

Senin, 24 Desember 2018
Paginya saya bangun dengan hati riang gembira karena cukup istirahat hahaha, tapi tetep sih ngulet-ngulet dulu baru kemudian mandi dan siap-siap untuk jalan-jalan lagi. Saya ada cerita tentang pesan kamar di INAP at Capsule Hostel. Dulu saya sempat dongkol abis karena kehabisan kamar special view, yang kemudian besoknya available lagi (kayaknya nggak dibayar sama yang pesan sebelumnya) dan saya sudah terlanjur bayar kamar biasa. Namun kemudian diriku bersyukur karena dapat kamar biasa yang berhadapan dengan kamar mandi, jadi kalau mau mandi nggak perlu ngelewatin pantry yang pagi-pagi sudah banyak orang hohoho. Memang ya Yang Mahakuasa memberi apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. #MendadakBijak

Pemandangan Kota Bandung dari balkon hostel (1)

Pemandangan Kota Bandung dari balkon hostel (2)

Pemandangan Kota Bandung dari balkon hostel (3)

Yang mau berenang, ada kolam renang juga di kawasan apartemennya. Renang siang-siang pun nggak masalah karena walaupun outdoor nggak akan kena sinar matahri langsung soalnya kolam renangnya terkungkung bangunan tinggi ;)

Seperti yang sudah kami rencanakan di hari sebelumnya, hari itu kami mau naik Bandros. Balik lagi ke Alun-Alun Bandung. Untuk naik Bandros, calon penumpang harus daftar dulu ke petugas yang keliling-keliling di area shelter. Nanti naiknya dipanggilin satu-satu, bayarnya pas udah ada di atas bus. Buanyak banget yang pingin naik Bandros hari itu. Orang-orang Bandung banyak yang liburan di dalam kotanya sendiri dan memanfaatkan fasilitas wisata yang ada. Karena kelamaan akhirnya kami pergi ke shelter lain yang ada di Gasibu. Menurut informasi yang kami dapat dari website ini, rute Bandros di Gasibu lebih seru dibanding Bandros di Alun-Alun.

Gedung Sate di depan Gasibu, gedung bersejarah tempat peristiwa perobekan bendera Belanda oleh pejuang kemerdekaan Indonesia

Banyak orang yang berolahraga di lapangan Gasibu

Shelter Bandros ternyata nggak tepat di Gasibu tapi di dekat Taman Lansia. Walaupun kerumunan manusia di sana nggak sebanyak yang ada di Alun-Alun, tetep aja antrean naik Bandros panjang banget di catatan petugasnya. Kami sampai di sana jam sebelasan, dan perkiraan baru bisa naik Bandros jam dua. Ya nggak keburu orang kereta saya jam setengah empat. Akhirnya jalan-jalan dan jajan di Taman Lansia. Saya nyoba siomay Bandung di Bandung akhirnya. Orang sana nyebutnya baso tahu. Rasanya sudah jelas lebih enak di tanah aslinya hehehe.

Bosen di Taman Lansia, kami ke Balai Kota. Ada Bandros juga ternyata di sana, tapi lagi-lagi nggak bisa naik karena pendaftarannya sudah tutup soalnya penuh. Wah gila sih nggak jodoh banget sama Bandros. Untung saja hari itu Bandung nggak sepanas hari kemarin. Hawa Bandung nggak beda jauh sama Malang, masih sama-sama sejuk.

Kantor walikota Bandung

Labirin di Balai Kota

Patung badak bercula satu, KAKA IS THAT YOU?

Nyampah tuh di sini

Karena sudah mati gaya maka untuk membunuh waktu kami ke...mall. Mau ke Cihampelas naik jembatan yang di bawahnya ada hutannya takut nggak keburu soalnya lokasinya lumayan jauh. Mall yang kami kunjungi waktu itu adalah Bandung Indah Plaza (BIP), kata teman saya BIP termasuk mall yang cukup tua di Bandung. Di dalam mall kami jajan...Chatime HAHAHAHAHA sumpah random banget gara-gara thread twitter kapan hari. Udah gitu sambil nunggu minumannya jadi, ngobrolnya ya ngobrolin thread itu huhuhu kurang kerjaan. Lanjut cari makan, jauh-jauh ke Bandung saya makan chicken wrap di...A&W. Btw selama di Bandung saya nggak makan nasi sama sekali dan ajaibnya nggak cranky. #SebuahRekor

Perjalanan hari itu ditutup dengan pergi ke stasiun untuk pulang.

Stasiun Bandung


Selasa, 25 Desember 2018
Sampai di Malang lagi dan luar biasa jalanan lengang banget pagi itu. Kalau Malang tiap hari kayak gitu sih bahagia sekali hidup ini.



Terima kasih banyak buat Kak Eya yang sudah setia dan sabar sekali menemani diriku jalan-jalan di Bandung. Akhirnya kita bertemu irl, nggak cuma gosipan lewat DM wkwkwk. Blog, Twitter, Taylor Swift, Harry Potter universe, and om-om Suju connect us lol. See you again next time! ❤️

E&E saingannya D&E /bukan


*

6 comments :

  1. Suer aku baru tau singkatan cuanki huahaha tapi kalo dibanding bakso malang tentu aku masih milih bakso malang hoho

    Jalan Braga emang cantik banget ya. Waktu itu bela2in ke sana demi beli kopi djawa, suami parkir terus aku jalan kaki deh menuju lokasi. Aselik enak banget, tiap sudut jalan aku foto saking senengnya.

    Soal china town, di mana-mana pasti ada ya. Ternyata emang gara2 dijajah Belanda masyarakat Tionghoa dan pribumi jadi nggak akur ): untung sekarang udah damai kembali ya.

    Met tahun baru ya Endah! Semoga 2019 semakin sukses dan sehat selaluu 😉

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak Eya yang ngasih tau kepanjangan cuanki xD
      IYAAA CANTIK BANGET!! Cuma jalan-jalan di sepanjang jalannya aja udah seneng huhu
      Betul dan aku selalu suka china town dari kecil, seneng ngelihatin orang-orang tionghoa, naaah itu biang keroknya ternyata penjajah -___- semoga pribumi sama tionghoa tetep damai
      Makasih ci jane, selamat tahun baru juga semoga tahun ini semakin sukses dan semakin sehat!!

      Delete
  2. gak terasa juga, udah lama aku gk ke bandung. Nanti kita barengan yuuuk :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah terakhir ke bandung kapan? aku baru pertama hihi, gimana kalau barengannya ke labuan bajo aja? :p

      Delete
  3. Yuhuuu Endah wkwkwk sayang banget yaa kita gagal naik bandros :(( Nanti gantian yaa jadi guide kalo aku ke Malang :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya lho bandrosnya jual mahal, dikejar dari shelter ini ke shelter itu tetep nggak dapet😅 siaaap! Kabarin aja kalau mau ke malang

      Delete

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top