Di postingan review buku Sayap-Sayap Patah bulan Maret lalu, saya nulis pingin baca karya Kahlil Gibran lainnya karena ketagihan dengan keindahan diksinya. Nyatanya waktu mencoba membaca karya-karya Gibran lain di iPusnas...ilmu saya nggak nyampe untuk memahami isinya. 😂😂😂
Tapi...untungnya ada sisa satu buku Kahlil Gibran yang masih bisa saya cerna isinya dengan tidak terlalu syulit. Judulnya Sang Musafir (judul aslinya The Wanderer). Buku bersampul ungu ini diterjemahkan oleh Sugiarta Sriwibawa dan versi yang ada di iPusnas merupakan cetakan pertama, Juni 2016.
Meskipun mempunyai ketebalan yang hanya 110 halaman, novel Sang Musafir memuat cukup banyak cerita, yaitu 49 cerita pendek (cerita pertama dan terakhir berjudul sama, yaitu Sang Musafir). Jadi, cerita-cerita tersebut hanya ditulis sepanjang satu sampai tiga halaman saja. Sungguh menyenangkan sekali membacanya~~~ karena bisa berganti-ganti imajinasi.
Cerita-cerita yang ada di Sang Musafir bertemakan tentang kehidupan, entah itu cinta, kepemimpinan, agama, sampai keluarga. Wujud penceritaannya pun bermacam-macam, ada yang memakai manusia, hewan, maupun tumbuhan sebagai tokohnya. Seneng banget kalau nemu cerita yang bisa dipahami maksudnya (kalau ada cerita yang dibaca sampai dua kali tetep nggak paham, langsung skip, wkwkwk).
Menurut saya, cerita pendek-cerita pendek yang ada di Sang Musafir ini bisa diterjemahkan sesuai dengan penafsiran masing-masing, jadi bisa muncul berbagai penafsiran tentangnya. Dan walaupun karya aslinya diterbitkan tahun 1932, banyak isinya yang masih relevan hingga sekarang.
Cerita-cerita yang saya favoritkan dari buku ini ada 23, yaitu yang berjudul Air Mata dan Gelak Tawa, Mutiara, Halilintar, Sang Raja, Peristiwa dan Kenyataan, Tanah Merah, Patung, Cinta dan Benci, Mimpi, Orang Gila, Katak, Pembangun Jembatan, Sabuk Emas, Sang Petapa, Anggur yang Tua Sekali, Dua Syair, Kutukan, Delima, Tongkat Kebesaran, Pengaruh Damai, Bayangan, Mencari Tuhan, dan Sungai.
*
Bukunya 110 halaman, tapi aku yakin bacanya ga bisa cepet. Mesti pelan buat pahami setiap kata, diksi, dan kalimatnya. Sudah jadi ciri khas tulisan kahlil gibran dengan segala diksi dan kalimatnya. :D
ReplyDeleteYup betul mas Vay, baca buku ini harus pelan-pelan. Kalau cepet-cepet rasanya too bad soalnya jadi gak bisa maksimal menginterpretasikan maknanya. :D
DeleteJadi keinget buku Hujan Bulan Juni yang kelihatannya tipis, tapi aku sendiri ga selesai baca karena otakku ga sampai 🤣. Kayaknya buku Kahlil Gibran mirip-mirip seperti itu kalau dibayanganku 😂. Kak Endah udah pernah baca Hujan Bulan Juni?
ReplyDeleteHahahaha belum Liii, Hujan Bulan Juni ada di iPusnas nggak ya. Coba aku aku cek dulu.
DeleteHarusnya ada tapi mungkin antri, Kak ><
DeleteWkwkwk bener Li, antrenya mayan xD
DeleteLiii, mau update. Aku barusan baca Hujan Bulan Juni di iPusnas yang sampulnya merah muda dan ada huruf mandarinnya. Sumpah sih itu puisi-puisinya another level, otakku gak nyampe. 🤣 Puisi yang bisa aku tangkap maknanya kayaknya bisa dihitung dengan jari di satu tangan.🙈
DeleteMbaaa aku nyerah kalo Kahlil Gibran 🤣🤣. Udh coba baca bukunya tapi ga mudeng Ama isi 😅. Aku tau buku2 beliau dari mantan ku sebelumnya ,yg suka banget Ama Kahlil. Jadi dia suruh baca deh bukunya, dan aku LGS nyuruh dia jelasin apa maksudnya 🤣🤣. Udh cukup lah aku baca bukunya, ga kusentuh lagi buku2 lainnya Ampe skr 😁
ReplyDeleteHahahahahaha, aku baru ngeh maksud mba Fanny di komen yang di postingan Sayap-Sayap Patah. Kapan hari aku nyoba baca buku-buku beliau lainnya. Ada tuh formatnya puisi, lalu...AKU ORA MUDENG. xD Jadi total buku Kahlil Gibran yang aku bisa nangkep artinya ya cuma buku ini sama Sayap-Sayap Patah. xD
Delete