October 12, 2019

Brunei Darussalam: BWN Wowed Me



Jadi waktu pulang dari Bangkok tempo hari, saya transitnya di Brunei Darussalam. Kalau nggak karena transit ini kayaknya sampai sekarang saya nggak tau deh kalau mata uang pimpinan Sultan Bolkiah ini tuh dolar Brunei. Dan waktu cari tau kursnya dulu saya langsung kaget dong, nilainya sebelas dua belas sama dolar Singapura. Brunei adalah negara kecil yang kaya karena penghasil minyak.

Perjalanan pulang dari Bangkok waktu itu adalah pertama kalinya saya naik maskapai yang bukan LCC wkwk. Waktu mau masuk ke pesawat, di luar pintu pesawatnya disediakan headset dan dua macam surat kabar yaitu Bangkok Post dan satunya lagi saya lupa namanya. Saya langsung girang ngambil satu eksemplar koran Bangkok Post dan satu headset. Noraknya keluar.

Kekatrokan nggak hanya sampai di situ. Di dalam pesawat saya sibuk wow wow dalam hati mengamati layar sentuh di depan kursi. Nggak ada yang istimewa secara fisik, tapi saya membatin ini gimana ya cara mengoperasikannya hahaha. Taunya tinggal tap tap aja kayak main ponsel pintar. Ada colokan untuk ngecharge handphone juga.

Tbh nonton film di dalam pesawat di kursi ekonomi buat saya nggak enak. Suara deru mesin dan suara dari layar sentuhnya kayak balapan keras, jadi malah bikin pusing. Emang paling bener di pesawat nunggu landing tuh paling enak dibuat baca buku atau tidur sih.

Dapet makan nggak dari maskapai? Oh tentu (rute lanjutan Bandar Seri Begawan-Surabaya juga dapat). Disediakan dua macam menu makanan dan beberapa jenis minuman. Begitu pramugarinya sampai di kursi kita, tinggal bilang pingin makan apa dan minum apa. Saya nggak ragu dengan kehalalan sajian yang diberikan karena ini Brunei sis, insyaAllah terjamin halalan thoyyiban. Sebelum take off aja dibimbing berdoa dulu. Oh iya, pramugari maskapai yang saya tumpangi ini seragamnya lucu, berjilbab dan pakai kupluk(?) kayak pramugari Emirates.


Sekitar satu setengah jam terbang di udara, akhirnya mendarat juga di Bandar Seri Begawan untuk transit. Pemandangan dari atas di menit-menit menjelang mendarat bagus banget. Brunei sepertinya punya jajaran semenanjung buatan yang cantik dan teratur. Jalanan di dalam kota juga rapi banget, apalagi petak-petak rumahnya. Jumlah mobil yang melaju di jalan raya nggak banyak, nggak kelihatan sepeda motor satu pun. Tapi tiap rumah kayaknya punya mobil deh, apakah ini lambang kemakmuran sebuah negeri? Idk.

Ketika turun dari pesawat, yang saya lihat hanya pesawat-pesawat dengan ekor kuning milik Royal Brunei saja yang ada. Kesan paling pertama yang muncul di benak saya adalah bandaranya sepiii banget. Begitu naik ke ruang tunggunya baru deh ketemu banyak orang selain yang satu pesawat. Banyak bulenya waktu itu. Kayaknya pada transit. Walaupun banyak manusia, tetep aja tergolong sepi dibandingkan bandara-bandara yang sebelumnya saya lewati (Juanda, Changi, dan Suvarnabhumi), jadi suasananya sangat tenang. Enak banget pokoknya.


Karena nggak sempat keluar dari bandara, sebagai kenang-kenangan pernah menginjakkan kaki di Brunei Darussalam saya belanja beberapa oleh-oleh di bandara. Tukar uang Baht ke dolar Brunei juga di bandara karena di Malang susah cari tukeran dolar Brunei.

Beli apa aja? Beli kue cincin dan butterskotch khas Brunei, teh serai dan pegagan khas Brunei juga, kaos, magnet kulkas, dan ofc gantungan kunci hehe. Jangan tanya harganya. T_____T

Transit selama empat setengah jam di bandara internasional Brunei ini bikin saya menangkap beberapa hal di antaranya matahari terbenam kelihatan lebih besar dari yang selama ini saya lihat di tanah air, mushola yang disediakan sangat nyaman dan luas dengan pencahayaan kuning temaram yang cozy, lantai bandaranya berkarpet seperti di Changi, ada adzan yang dikumandangkan di dalam bandara, keran toiletnya memakai keran ulir seperti di Malaysia, bisa bayar pakai rupiah kalau beli-beli, dan Brunei memakai huruf arab untuk menulis bahasanya. Bahasanya mirip bahasa Melayu di Malaysia tapi lebih mudah dipahami untuk orang Indonesia seperti saya ini.



Semoga suatu hari nanti saya dapat kesempatan untuk menjelajah negara Brunei. Penasaran banget bakal kayak apa. >.<


*

2 comments :

  1. Sayang ga turun ya mba. Dulu aku putusin ke Brunei, bukan Krn suka dengan negara ini, tapi Krn mah khatam Asean 😄. Eh udah khatam, tiba2 Timor Leste masuk jadi member. Blm pernah kesana, jadi aku mundur lagi, blm bisa bilang udah tamatin negara Asean 😂

    Brunei aku yakin baguuuus utk orang yg memang suka arsitektur dan wisata religi Islam. Semua bangunan mesjidnya luar biasa cantik, luar biasa dingin. Kalo sholat khusyuk deh. Karpetnya empuuuk amat. Aku takut ketiduran jadi nya 😅

    Tapi buatku yg suka wisata ekstreme, jujur Brunei bosenin 😅. Ga ada something ekstreme di sini. Terlalu tenang, dan puaanaaaasnya luar biasa. Pantes aja semua bangunan AC nya dingin banget. Jadi kalo diminta balik lagi, aku bakal bilang ga sih. Cukup sekali 😁

    Bahasa mereka memang mirip Serawak, lebih mudah kita mengerti. Ga kayak semenanjung Malaysia yg Melayu banget. Bahasa Brunei, Sabah dan Serawak ini LBH mirip kombinasi bahasa Melayu dan Indonesia. Makanya kita lebih paham

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba Fan soalnya waktu transitnya juga cuma sebentar, takut ketinggalan pesawat kalo keluar bandara. xD Wkwkwkwk ayo mba Fanny tancap gas ke Timor Leste, nanti jangan lupa nulis ceritanya ya. xD

      Hahahaha pokoknya udah pernah ya mba. Aku kapan hari juga pernah baca thread orang Indonesia yang ke sana, emang tenang sih suasana negaranya. Cocok buat yang suka ketenangan juga kali ya.

      Betul, bahasa orang Brunei nggak beda jauh dengan Bahasa Indonesia. Bisa dibilang bahasa mereka ada di tengah-tengah antara bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia.

      Delete

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top