Bulan kemarin saya mendapat kesempatan pergi ke Pulau Bali lagi setelah empat tahun lalu ke sana. Bedanya dengan tahun 2018, sebulan yang lalu saya perginya lewat jalan darat dan bersama dengan teman-teman yang lebih menyenangkan. Jadi, di Bali merasa tidak sendiri. 😇
Perjalanan darat dengan bus tetep ya gaes bikin pegelnya di dengkul. Sepanjang perjalanan jadi sibuk ngatur kaki biar nggak ngatung-ngatung amat kalau duduk. *short people problem* Sebenarnya ada tips, yaitu dengan mengolesi betis dan lutut dengan minyak oles, katanya ampuh menangkal kaki pegal. Tapi hamba mager ngelakuinnya. *dijambak*
Tengah malam sampai di Pelabuhan Ketapang untuk menyeberangi selat Bali menuju Pulau Dewata. Kesan naik kapal ferry bagaimana? Kadang-kadang arah gerak kapal ferry-nya terasa. Saya pernah mendapat cerita dari sodara katanya dia naiknya nggak terasa apa-apa. Mungkin pas saya naik, ombaknya agak kenceng.
Saya memilih untuk duduk di ruangan tertutup yang ber-AC. Selain karena ingin tidur, saya juga nggak mau kena angin malam dan asap rokok. Di dalam kapal ferry tidurnya gimana? Ya kayak tidur di kursi seperti biasanya. Bisa nyenyak asal orang di sebelah kanan dan kiri Anda nggak tiba-tiba duduk terus nonton YouTube dengan volume keras. :") Tas tetap dipeluk erat dan duduknya di sebelah teman yang nggak pelor. Biar ada yang stay alert. 😁
Destinasi wisata di Bali yang saya kunjungi tentunya berbeda dengan tempat-tempat yang pernah saya datangi di tahun 2018 (hanya ada satu yang sama: Pura Ulun Danu Beratan). Kemarin itu perginya ke Desa Penglipuran, Pantai Pandawa, Pantai Jimbaran, Pura Ulun Danu Beratan, dan tentunya sebagai turis lokal yang mengedepankan oleh-oleh we went to Joger and Krisna.
Desa Penglipuran ini rapi sekali penataan jalannya. Rumah-rumah penduduknya juga khas Bali dengan gapura tradisional di jalan masuk. Mereka menjajakan aneka dagangan makanan, minuman, dan pakaian. Turis bisa bebas masuk melihat halaman rumah mereka. Saya kira objek wisata ini berupa satu kawasan desa, tapi ternyata hanya satu jalan saja seperti Khao San Road di Thailand. Meskipun begitu, senang rasanya di sana bisa menemukan satu spot foto yang tidak ramai orang, hehehe. Sayangnya nggak bisa sekalian ke hutan bambu karena terbatasnya waktu.
Di Pantai Pandawa, saya dan beberapa teman naik mobil terbuka untuk berkeliling pantai. Cuacanya sangat cerah waktu kami sampai di pantai ini. Langitnya terlihat indah dengan warna biru dan beberapa gumpalan awan-awan putih. Sayangnya saya nggak bawa baju renang, jadi nggak bisa sewa kano. :(
Keinginan makan malam di Pantai Jimbaran akhirnya tercapai bulan kemarin. Walaupun langit agak mendung sehingga pemandangan matahari terbenam nggak maksimal terlihat, tetep seneng ada di sana. Makan juga menyenangkan karena bisa pesan menu telur, hahaha. Bagi saya yang nggak doyan seafood dan pilih-pilih daging ini, telur adalah jalan ninja.
Pengetahuan-pengetahuan baru tentang Bali juga saya dapatkan dari perjalanan darat tersebut. Bli yang memandu sangat sabar menerangkan hal-hal seputar Bali dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Dari keterangan Bli Wayan (nama beliau), saya akhirnya tahu lebih banyak tentang sesajen yang biasanya diletakkan orang-orang Bali di depan rumah, toko, tempat ibadah, dan bagunan lainnya.
Warna bunga yang digunakan dalam sesajen menunjukkan arah-arah mata angin dan mempunyai filosofi sendiri-sendiri |
Sebelum datang pengaruh candi dari Jawa, umat Hindu di Bali menggunakan batu seperti ini sebagai penanda tempat berdoa |
Selain itu Bli juga menerangkan tentang kasta-kasta yang ada di Bali dan boleh tidaknya menikah dengan kasta lain di zaman modern ini (ternyata boleh dan ada aturan dari pemerintah juga). Bli Wayan sendiri menikah dengan wanita yang kastanya berbeda.
Seorang teman bertanya tentang nama Pande karena dia punya teman dari Bali yang bernama Pande. Dari keterangan Bli, Pande adalah nama yang diwarisi dari leluhur yang berprofesi sebagai pembuat senjata besi seperti keris pada masa lalu. Keluarga Pande pada masa sekarang memiliki profesi yang bermacam-macam tapi tetap menjaga tradisi leluhur dengan tetap membuat alat-alat dari besi di rumahnya.
Di Bali pasti tidak terlihat gedung-gedung tinggi. Semuanya terlihat sangat khas adat Bali. Pemerintah Bali sendiri melarang pembangunan gedung melebihi sepuluh lantai di sana. Bli Wayan menjelaskan hal tersebut sambil menceritakan pengalamannya yang bisa tidur di lantai 17 ketika berada di Malang, di Bali nggak bisa.
Pemandu-pemandu wisata di Bali wajib untuk menerangkan Ngaben kepada wisatawan. Pada zaman dahulu, Ngaben dilakukan dengan membakar jenazah dengan kayu bakar. Zaman sekarang jenazah dibakar menggunakan bantuan kompor untuk mempersingkat masa pembakaran dan menghemat waktu tapi memakan biaya yang lebih besar. Jenazah orang Bali yang meninggal, dipakaikan pakaian adat Bali dan dirias ketika akan dilakukan upacara Ngaben untuknya. Abu pembakaran jenazah tersebut dilarung ke laut.
Oh iya, Bli Wayan juga menerangkan tentang Leak karena pertanyaan seorang teman. Sebelum menjawab pertanyaan, Bli bertanya balik ke teman saya itu menurutnya Leak itu apa. Teman saya menjawab kalau Leak adalah wujud yang matanya melotot, bertaring panjang, dan lidahnya menjulur keluar. Ternyata salah, yang dideskripsikan teman saya itu adalah Barong bukan Leak. Leak adalah sebuah ilmu. Leak dipraktekkan oleh orang Bali yang benar-benar bisa menjalankan semua ritual dan tidak melakukan pantangan-pantangannya. Dari penjelasan Bli, pantangannya itu banyak sekali dan sangat berat untuk dilakukan. Hanya orang-orang yang sanggup saja yang bisa sampai mahir menguasai Leak.
Begitulah.
Sebagai penutup cerita, berikut ini versi video tempat-tempat yang saya kunjungi di Bali:
See you on my next post. Have a great Monday!
*
wah seru banget mba baca cerita jalan-jalannya di Bali
ReplyDeletePaling enak emang kalau ke tempat baru ditemenin sama guide, jadi bisa dapat wawasan baru
Makasih udah mampir mas Doni. Betul, kalau sama guide kita bisa tau hal-hal yang nggak tertulis di brosur atau papan pengumuman tempat wisatanya.
DeleteSeru banget dengerin cerita dari guide-nya. Cerita dari guide atau warlok itu ga ditemukan di buku-buku. Yang biasa kita tahu, terkadang berbeda dengan apa yang warlok jelaskan.. Cerita yang bagus endah :D
ReplyDeleteBetul, kalau dari guide asli sana atau warga lokalnya bisa detail banget dan dapat funfact yang nggak ada di buku panduan wisata wkwk. Masih banyak sebenernya penjelasan dari Bli yang terlewat soalnya ngantuk banget pas di bus. :"
DeleteThank you mas Vay for stopping by.
Ndaaaah, seru banget baca cerita Bali kamu iniii. Soalnya aku udah jarang deh baca rangkuman trip dari yang bahas budaya dan adat. Pusinggg yang dibahas tempat hits molo 😂
ReplyDeleteDesa Panglipuran ini memang cantik, ya. Aku belum sempet ke sana nih, padahal pengen bangettt sejak tahu masuk dalam desa terbersih di dunia (dunia lho!!). Menurutku, masyarakat Bali itu luar biasa dalam mempertahankan budaya leluhur mereka. Walau udah kena modernisasi, tapi mereka masih melestarikan budaya mereka.
Ngomongin ngaben, aku jadi inget waktu kursus nyetir di Bali, hari terakhir saking santainya nyetir di jalan (ciyeh sombong XD), Bli Ketut banyak sharing soal Ngaben. Beliau cerita dari sisi finansial di mana Ngaben itu sangat sangat menguras banyak uang. Kalau mereka yang berada, upacara Ngaben bisa langsung dilaksanakan. Kalau yang kurang berada, biasanya mereka malah nggak mau Ngaben. Seru sih pembahasannya waktu itu. Senengg bisa denger cerita dari warlok langsung (:
Btw, pengalamanku naik Ferry menuju Pelabuhan Gilimanuk kurang menyenangkan. Udahlah malem jalannya, angin gede, ombak gede, kapalnya gerak heboh, yasalammm 🤣
Hahahaha, jenuh ya Ci kena yang hits-hits mulu. xD
DeleteIyaaa, aku pas sebelum berangkat itu sempet cari-cari artikel tentang Desa Penglipuran dan ternyata desanya masuk ke desa terbersih sedunia. Gileee, hebat banget. Emang pas ke sana beneran bersih sih. Semoga Ci Jane ada kesempatan untuk berkunjung ke sana. <3 Betuuul, terus pemerintahnya juga nggak mengubah ketradisionalan itu ya. Pantesan khas banget dan banyak bule yang suka ke sana.
WKWKWKWK, iya Ciii Bli Wayan juga cerita soal sisi keuangan dari Ngaben itu. Oalaaah berarti kalau nggak di-Ngaben, dikubur biasa ya orang yang meninggalnya? Betuuul, kalau denger dari warga lokal langsung enak, ceritanya bisa buanyak.
Wedew wakakakak, mabuk laut gak tuh, Ci? xD Aduuuh kalau kerasa terombang-ambing pas jam tidur itu gaenak. T_T
Makan malam di Jimbaran itu momen yang paling 🥰🥰 waktu aku ke Bali, aku juga makan malam di sana, Kak, dan asliii, pemandangan dan vibesnya bikin jatuh cinta, bahkan aku masih ingat pemandangan pada saat itu seperti apa padahal kejadiannya udah beberapa tahun lalu, saking aku suka sama vibesnya 🙈. Bukit samping pantai itu lho, kalau malam kan banyak lampu-lampu ya, itu bagus bangettt, bikin suasana makan malam jadi hangat 🥰
ReplyDeleteBtw, aku baru tahu ada wisata hutan bambu di dekat Desa Panglipuran 😂. Waktu ke sana, aku memang lewatin hutan-hutan bambu yang aku dan teman-temanku pikir memang hutan liar 🤣 soalnya seremm, mana sepi pula dan jalanannya kecil. Entah kenapa diarahin lewat sana sama Google soalnya jalanannya bener-bener bikin spot jantung wkwk
Terima kasih untuk info-info budayanya, Kakk!! Aku malah baru tahu kalau sesajen itu memang ada artinyaa, bukan sekedar untuk persembahan aja. Dan iyaa yaa, aku baru ngeh di Bali nggak ada gedung tinggi. Semoga Bali bisa terus mempertahankan kondisi alamnya yang seperti ini 😍
Setujuuu sama kamu, Liii. <3 Udahlah tempatnya pinggir laut, denger suara ombak, lihat sunset, tempatnya ditatanya juga enak, view-nya bagus, mantap pokoknya Jimbaran.
DeleteWiiih, Lia pernah masuuuk, mengiri T___T Kayaknya yang kamu lewatin itu deh emang wisata hutan bambunya. Aku lihat dari kejauhan juga gelap banget saking rimbunnya bambu, hahahaha.
Sama-sama, Lia. <3 Tbh aku pun baru tau pas wisata kemarin kalau bunga-bunganya nunjukin arah yang berbeda. xD Sejuk banget mata lihat pemandangan Bali yang gak ada gedung tinggi. <3 Iyaaa semoga tetap terjaga ketradisionalannya, biar sektor wisatanya bisa terus berjalan juga.
Jimbaran memang juara banget!! 😭😭😭
DeleteKak Endah kemarin itu nggak ke Tegallalang yang di Ubud ya?
Wkwk aku nggak sadar dong kalau hutan bambu itu tempat wisata 😭 dikira memang hutan aja wkwk. Tahu gitu kan turun dulu buat foto(?)
Iya, Bali sejuk banget!! Yaampun, jadi pengin ke Bali lagi 😭
Betul, pantesan di sana selalu rame <3 Aku ke Tegalalang pas tahun 2018 Li, kamu udah pernah ke sana?
DeleteHahahahaha cusss ke Bali lagi, ke hutan bambunya ambil foto. xD
Oalaaah baru tahu loh mba sesajen nya itu nunjukin arah mata angin dan leak ternyata nama ilmu yaa. Selama ini aku mikirnya leak makhluk seramnya itu yg ternyata barong.
ReplyDeleteNaah makanya aku suka kalo jalan pakai guide, sbnrnya supaya tahu ttg tradisi lokal begini. Kalo jalan sendiri kekurangannya ya ga paham Ama yg begini kan
Bener mba Fanny, kalo ada guide-nya bisa dapat ilmu baru. Aku juga baru tau tentang sesajen dan arah mata angin, dan leak itu apa yang di liburan yang ini.
Delete