March 4, 2019

Perpisahan

Terinspirasi dari gaya penulisan mbak Sophia Mega (booktuber dari Malang) di satu postingannya.

Cerita pertama
SD tempat saya menuntut ilmu dulu pernah dijadikan bahan penelitian oleh kakak-kakak dari sebuah universitas. Beberapa minggu mereka mengajar kami menggantikan guru yang biasanya mengisi kelas. Mereka semua memperlakukan kami dengan baik, bahkan ada satu orang kakak yang selalu membetulkan posisi menulis kami agar tidak mengganggu pertumbuhan tulang punggung. Hari perpisahan pun tiba, para kakak ini berpamitan dan beberapa dari mereka, terutama yang perempuan, meneteskan air mata. Saya pun ikut menangis sedih ketika mereka berpamitan.

Cerita kedua
Seperti halnya kelulusan kelas enam SD, kelulusan kelas tiga SMP juga merupakan sebuah perpisahan. Semua murid satu angkatan di hari itu berbaris untuk bersalaman dengan para guru. Salam perpisahan untuk lanjut ke jenjang pendidikan berikutnya. Tentu saja acara itu diwarnai dengan tangis haru beberapa guru. Seorang teman menyeret saya ke toilet usai acara salam-salaman. Dia tidak kuat menahan tangis. Begitu juga saya sih, hehe. Air mata kami tumpah ruah di satu bilik kecil itu. Dia sesenggukan memeluk saya sambil berkata bahwa ibu guru paling killer menangis jadi dia ikut menangis.

Cerita ketiga
SMA adalah masa-masa yang paling indah, katanya. Bener sih indah, apalagi saat saya duduk di kelas sebelas. Teman sekelas anaknya asik, geng juga isinya seru abis, prestasi di pelajaran matematika menunjukkan tren naik setelah tersungkur bertahun-tahun sejak kelas empat SD, dan...punya jantung hati. Jantung hati dalam arti konotasi. Enak juga ya rasanya pacaran walaupun gaya pacaran kami sangat jauuuuh dari kata ideal. Jantung hati saya dulu itu anak kuliahan yang tidak bisa setiap hari bertemu. Hubungan kami hanya bertahan seumur kecambah. Entah saya yang naif atau dia yang memang bajingan, haha. Waktu putus sih nggak nangis, nangisnya pecah setelah tiga bulan berpisah. Gagal move on level anak labil. Sudahlah kehilangan jantung hati, penggebet saya pun ikutan berpaling ke lain hati. Sialan bukan?

Cerita keempat
Masih waktu SMA, saat itu saya kelas tiga dan sudah dinyatakan lulus. Tapi peraturan sekolah tidak memperbolehkan kami mencorat-coret seragam, jadi kami seangkatan melakukannya sembunyi-sembunyi. Semua teman yang saya anggap penting telah membubuhkan tanda tangan di atas kemeja putih. Tapi hal itu masih kurang karena seorang adik kelas yang menarik perhatian saya belum ketemu juga. Sekolah seluas itu dimana semua siswa pergerakannya tidak dapat diprediksi pasti akan susah berjumpa kalau tidak berjanji dari awal. Hari itu memang sepertinya saya jodoh dengan sang adik kelas, tiba-tiba kami bertemu di halaman belakang dan tanpa ragu saya panggil namanya. Saya yakin sih dia nggak tau nama saya, hehe, bodo amat. Segera setelah itu saya langsung minta dia untuk membubuhkan tanda tangan di atas kemeja saja dengan spidol warna merah. Perpisahan yang paling menyenangkan, hohoho.

Cerita kelima
Semester empat perkuliahan mulai ada agenda penjurusan dari fakultas. Di titik ini mulai terjadi perpisahan dengan teman-teman yang biasanya selalu bekerja kelompok bersama. Kami beda-beda minat tentu saja. Ternyata perpisahan ini adalah awal dari perpisahan-perpisahan selanjutnya. Berpisah kosan (walaupun saya bukan penghuni kos tapi saya selalu main ke sana), berpisah karena magang kerja, berpisah karena lulus di tahun yang berbeda-beda, dan kini berpisah lebih jauh karena sudah punya kehidupan masing-masing. Prioritas sudah tidak sama dengan saat kami masih jadi mahasiswa baru. Masa kejayaan anak kuliah adalah di tahun pertama, kedua, dan paruh ketiga. Selebihnya ya "selamat datang di dunia nyata yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya."

Cerita keenam
Perpisahan yang paling baru dan paling bikin sedih akhir-akhir ini: seorang cleaning service (cs) di kantor ada yang tiba-tiba dipindahkan ke gedung lain. Dia kerjanya rajin dan berpenampilan rapi. Setahun belakangan selalu gercep membantu kami yang satu divisi. Orangnya tidak neko-neko, waktunya sholat Jumat ya sholat, tindak-tanduknya sopan, dan menjaga pandangan. Beliau sudah punya istri dan anak jadi jangan salah paham. Ini murni cerita netral personal. Yang membuat saya mellow adalah kepindahannya sangat mendadak. Entahlah pertimbangan atasannya apa. Saya tau keberadaannya dari masih pakai kemeja putih-celana hitam sampai pakai seragam seperti cs lain yang kerjanya lebih dulu. Jadi saya sendiri merasa seperti berpisah dengan rekan kerja yang sudah lumayan lama kenal. Waktu dia berpamitan, saya hanya bisa kasih ucapan terima kasih dan permintaan maaf. Semoga di tempat yang baru beliau mendapatkan keadaan yang lebih baik.


Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Perpisahan kadang yang membuat sedih. Perpisahan membuat saya sebagai manusia menyadari kalau apa pun di dunia ini sebenarnya bukan milik manusia. Manusia hanya dititipi saja. Selagi dititipi itu sebaiknya dijaga dengan baik dan tidak menyia-nyiakannya agar tidak menyesal ketika perpisahan datang. Nggak, saya nggak mau bicara tentang hidup dan mati. Itu terlalu berat, saya nggak kuat. Biar Dilan saja. /yha

*gagal berfilosofi melankolis*


*

No comments :

Post a Comment

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top