April 4, 2020

Review Buku 'The Seven Good Years'


Identitas Buku:

Judul buku: The Seven Good Years
Penulis: Etgar Keret
Penerjemah: Ade Kumalasari
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: I, Juni 2016
Jumlah halaman: x + 198 hlm.
ISBN: 978-602-291-200-2

Blurp:
Bagi Etgar Keret, hidup di daerah konflik tidak melulu tentang penderitaan. Lewat cara pandangnya yang unik dan jenaka, Keret selalu optimis bahwa segalanya akan baik-baik saja.

Etgar Keret merupakan penulis keturunan Yahudi asal Israel. Kendati demikian, dia sangat kritis terhadap pemerintah negaranya sendiri. Ia rutin menulis opini yang menentang pendudukan Israel di Palestina, serta menyampaikan pesan-pesan perdamaian. Meski sempat diboikot oleh Israel, Keret justru dipuji oleh negara lainnya - termasuk negara berpenduduk Muslim - atas keberpihakannya pada kedamaian. Pandangan Keret terhadap perdamaian melampaui batas agama, bangsa, dan negara.

The Seven Good Years adalah memoar yang humanis, cerkas, mengharukan, sekaligus lucu. Lewat buku ini, kita akan diingatkan kembali bahwa serangan bom sekalipun takkan mampu menghilangkan cinta dan harapan di hati manusia.

Review:
Sejak dulu saya selalu penasaran dengan kehidupan orang Israel. Seperti yang sering saya dengar dari lingkungan sekitar, Israel adalah negara yang berkonflik dengan Palestina. Banyak dari orang Indonesia yang memandang negatif negara dengan bendera berlambang bintang David tersebut karena dinilai menindas orang-orang muslim Palestina.

Kehadiran buku ini menjadi sebuah jalan pembuka bagi saya untuk paling tidak mengetahui bagaimana seorang warga Israel hidup di negaranya. Apakah setiap hari selalu was-was akan adanya serangan rudal? Apakah setiap hari bertengkar dengan orang Palestina? Atau malah biasa-biasa saja seperti kehidupan warga negara yang tidak berkonflik?

'The Seven Good Years' menceritakan sepenggal kehidupan warga sipil Israel bernama Etgar Keret selama tujuh tahun dimulai dari kelahiran putranya. Selama tujuh tahun tersebut banyak sekali momen-momen biasa dan tidak biasa yang dialaminya.

Momen-momen biasa tersebut menjadi menarik untuk disimak karena gaya penuturan Keret yang humoris dan tidak bertele-tele. Banyak sekali humor gelap yang dia pakai untuk mengekspresikan perasaannya terhadap apa yang terjadi di dalam diri maupun lingkungan sekitarnya.

Keret adalah salah seorang warga negara Israel yang menentang konflik di negaranya. Dia tidak ingin kehidupan putranya kelak berada di dalam bayang-bayang ketakutan selamanya. Salah satu sub-bab menceritakan bagaimana keadaan kampus tempatnya mengajar ketika terjadi serangan bom. Di lain sub-bab, Keret mengisahkan bagaimana dia dan istrinya harus membujuk sekaligus menghibur sang anak yang masih kecil agar mengikuti protokol keamanan ketika di tengah jalan ada ledakan bom.

Selain itu, yang menarik dari buku ini adalah pengetahuan tentang agama Yahudi. Saya asing dengan agama ini, jadi setelah selesai membacanya saya mendapat ilmu baru mengenai istilah-istilah yang sering dipakai di agama Yahudi. Tidak hanya istilah-istilah saja, tetapi juga tentang ritual-ritual dan nama-nama atribut yang biasa dipakai dalam agama Yahudi.

Buku ini terdiri dari tujuh bab, di dalam setiap bab diberi judul-judul sub-bab. Sehingga bisa dikatakan buku ini adalah kumpulan cerita pendek dari seorang Etgar Keret. Tidak selalu sambung-menyambung tapi tetap ada benang merahnya berdasarkan urutan waktu.

Sebagai sebuah buku terjemahan, gaya bahasa hasil terjemahannya tidak ada masalah. Buat saya kalimat-kalimatnya mudah dimengerti sehingga bisa dengan mudah menangkap makna setiap ceritanya.

Buku ini cocok untuk orang-orang yang ingin mengetahui contoh kehidupan warga sipil Israel yang bersifat sehari-hari tanpa pusing memikirkan politik, sejarah, maupun konspirasi.


*

No comments :

Post a Comment

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top