November 2, 2024

Buku dan Audiobook yang Belum Direview

Tulisan ini harus ditulis karena kalau nggak ditulis saya nggak akan bisa baca buku lainnya. Mungkin terdengar agak lebay, tapi saya tipenya seperti itu. Hampir semua buku yang sudah dibaca akan terasa mengganjal di kepala ketika tidak ditulis di blog. Makin banyak buku yang dibaca dan belum ditulis ulasannya, makin numpuk ganjalannya. :")

Setelah saya periksa kembali daftar buku-buku bacaan yang sudah selesai saya baca tapi belum diulas dari tahun ini dan 2-3 tahun ke belakang, ternyata panjang juga. :") Dengan mempertimbangkan beberapa hal, saya akan menulis enam buku saja di tulisan ini. Dua di antaranya adalah audio book.

πŸ“•πŸ“˜πŸ“—πŸ“™πŸ“”πŸ““


Buku yang pertama adalah Sapphire Battersea karya Jacqueline Wilson. Buku fiksi ini, versi terjemahan bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama di Oktober 2012 dengan tebal 464 halaman. 

Nggak banyak yang saya ketahui tentang buku ini karena blurb-nya hanya bertuliskan, "Kisah tentang keluarga, persahabatan, cinta pertama dan semangat juang... Bersiaplah terpesona!". Di sekeliling kalimat tersebut ada nama-nama tokoh beserta deskripsi singkat tentang tokoh tersebut. Contoh, Sapphire Battersea: Pelayan serabutan (dulu dikenal sebagai Hetty Feather).

Saya suka sekali dengan sampul depan dan belakangnya karena warna-warni dan ilustrasinya adalah kartun. Dilihat dari gaya menggambarnya, pilihan warna, dan cara mendeskripsikan ringkasan ceritanya, buku ini sepertinya adalah buku anak-anak atau remaja. Begitu pikir saya waktu itu. Ternyata benar. Harap maklum ya kalau saya nggak begitu paham dengan buku-buku fiksi, hehehe.

Tokoh utama dalam buku ini memiliki nama yang sama dengan judul bukunya, yaitu Sapphire Battersea. Hetty Feather adalah nama yang diberikan oleh panti asuhan padanya. Di dalam panti asuhan tersebut Sapphire Battersea merasa aman dan nyaman karena ada ibunya yang bernama Ida. Ida menyamar menjadi juru masak di panti tersebut guna memantau pertumbuhan dan perkembangan putri semata wayangnya.

Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh Sapphire Battersea dan sang ibu. Mulai dari ketahuan pengurus panti jika mereka adalah ibu dan anak, sampai dengan perpisahan keduanya. Saya suka sekali dengan gaya bercerita dan terjemahan buku ini karena tidak bertele-tele dan mudah dicerna. "Aura" yang dipancarkan ceritanya itu cenderung terang dan bersemangat walau berbagai halang rintang menghadang.

Sapphire Battersea ini adalah seorang anak yang tangguh, punya pendirian kuat, dan tidak takut dengan siapa pun yang ingin menghalangi impiannya. Seru juga membaca buku anak-anak seperti ini di usia dewasa karena bisa memanggil kembali jiwa anak-anak yang perlahan kabur ditutupi kabut adulthood.

Karena telanjur menyukai cerita Sapphire Battersea, saya dulu googling dan menemukan fakta bahwa cerita ini memiliki beberapa seri. Saya ingin membaca semuanya. Ingin tahu bagaimana kisahnya ketika masih bernama Hetty Feather, ingin tahu cerita selanjutnya setelah dia menjadi Emerald si putri duyung yang menakjubkan, dan ingin tahu bagaimana petualangan Sapphire Battersea berakhir.

Oh iya, awalnya saya mengira buku ini ada unsur fantasinya. Hal ini karena ada gambar ekor putri duyung di sampul belakang. Ternyata tidak, genrenya bukan fiksi fantasi. Ada yang pernah baca seri Sapphire Battersea? Kalau ada bisa komentar di bawah ya, tapi mohon jangan spoiler. HEHEHEHEHE.

πŸ‘©‍🍳🧜‍♀️πŸ’Ž


Buku kedua yaitu Blonote yang ditulis oleh Tablo. Tablo adalah seorang member dari grup penyanyi asal Korea Selatan, Epik High. Buku ini berisi kutipan-kutipan yang berasal dari siaran radionya yang bernama Tablo's Dreaming Radio. Segmen tersebut tayang sejak April 2008 hingga Juni 2009 dan berlanjut pada April 2014 sampai November 2015. Saya nggak pernah mendengarkan Tablo's Dreaming Radio jadi nggak bisa nulis banyak tentang segmen tersebut.

Blonote edisi terjemahan bahasa Indonesia diterbitkan oleh Aria Media Mandiri (Shira Media Group). Buku yang saya baca merupakan cetakan pertama tahun 2021 dengan tebal 260 halaman. Buku aslinya diterbitkan pertama kali pada tahun 2016.

Blurb yang ada di sampul belakang Blonote bertuliskan "Ini bukanlah sebuah kalimat tentang awal atau akhir dari inspirasi dan kecemasan, tetapi aku berharap isi buku ini dapat menjadi awal dari sebuah inspirasi dan akhir dari sebuah kecemasan."

Saya membaca buku ini dalam sekali duduk karena satu halaman hanya berisi satu kutipan yang bisa dibilang singkat. Sering kali satu kutipan dengan kutipan yang lain tidak saling berhubungan. Saya kesulitan menemukan inspirasi dari tiap kutipan karena tidak tahu konteks dari kutipan tersebut. Jadi hanya sekadar membaca.

πŸŽ€πŸŽ™πŸ“


Buku ketiga berjudul Ugly. Buku ini ditulis oleh Robert Hoge berdasarkan kisah nyata tentang hidupnya. Robert Hoge adalah orang Australia yang mengalami kelainan di wajah ketika lahir. Ada benjolan sebesar bola tenis di antara kedua matanya. Hal tersebut menyebabkan Robert Hoge harus menjalani operasi berkali-kali bahkan ketika masih bayi.

Operasi pengangkatan benjolan tersebut menyebabkan wajahnya tidak seperti anak-anak lain. Hidung Robert Hoge bahkan "dibuat" dari jempol kakinya. Tidak hanya tumor di wajah, Robert Hoge juga mengalami kelainan di salah satu kakinya. Jadi Robert Hoge ini tergolong disabilitas.

Membaca buku Ugly, membuat saya berpikir bahwa Robert Hoge adalah manusia tangguh luar biasa secara fisik dan mental. Menjalani operasi berkali-kali dan menghadapi tatapan orang lain dari usia yang masih sangat-sangat muda menjadikan Robert Hoge seorang sosok yang sudah berada di level platinum sebagai seorang manusia. Robert Hoge mampu menertawakan kesulitan dalam hidup, membuatnya menjadi sebuah karya dan menginspirasi orang lain.

Membaca kisah nyata dengan tema seperti buku Ugly ini, membuat saya meneteskan air mata di beberapa bagian. Membayangkan anak kecil menghadapi tatapan aneh dari orang lain, ejekan dari sesama anak kecil, hingga bagaimana perasaan keluarganya yang sedih tapi harus saling menguatkan satu sama lain. Satu keluarga benar-benar bermental baja.

πŸ‘ΆπŸ§’πŸ«


Buku keempat berjudul Berkeliling Dunia di Bawah Laut. Buku terjemahan bahasa Indonesia dari Twenty Thousand Leagues Under The Sea karya Jules Verne ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan tebal 384 halaman. Buku fiksi klasik ini bercerita tentang petualangan seorang cendekiawan di bawah laut.

Cendekiawan tersebut bernama Profesor Aronnax yang memiliki seorang pengawal setia bernama Conseil. Suatu hari Profesor Aronnax mendapat tugas negara untuk menguak misteri kapal-kapal besar yang mengalami kerusakan parah ketika berlayar di lautan. Diduga kapal-kapal tersebut diserang oleh seekor makhluk laut ganas yang ukurannya sangat besar di luar nalar manusia pada masa itu.

Di tengah pengejaran terhadap sesuatu yang diduga raksasa buas lautan tersebut, Profesor Aronnax, Conseil, dan seorang penombak andal bernama Ned Land, tercebur ke dalam air dan ditinggalkan oleh kapal yang mengangkut mereka. Ketika sudah berpikir riwayat mereka akan berakhir di situ, ternyata mereka "diselamatkan" oleh apa yang mereka buru.

Sampul depan novel klasik ini sebenarnya sudah memuat bocoran tentang makhluk apa yang mereka kejar, yaitu kapal selam. Kapal selam ini dikemudikan oleh seseorang bernama Kapten Nemo. Mengapa kata "diselamatkan" saya beri tanda kutip? Karena sebenenarnya mereka bertiga adalah sandera Kapten Nemo.

Saya suka dengan bab-bab di dalam buku ini yang pendek-pendek. Hanya terdiri dari sebelas sampai dua belas halaman per bab. Jadi meminimalisir kebosanan dalam membaca. Jalan cerita Berkeliling Dunia di Bawah Laut tergolong lambat dan sempat membuat saya bosan ketika membaca di tengah jalan.

Walaupun seperti itu, saya tidak pernah terpikir untuk DNF buku ini karena saya menyukai lautan. Cara Profesor Aronnax dalam menjelaskan sesuatu juga membuat saya terkesan dengan pembawaan cendekiawan di era tahun 1800-an. Menurut informasi dari blurb buku, novel ini diterbitkan pada masa ketika belum pernah ada manusia yang sampai di kedalaman-kedalaman samudra yang dilukiskan oleh penulis. Jules Verne memiliki daya khayal dan firasat teknis yang gemilang.

Saya memang suka samudra, tetapi tidak begitu paham dengan timeline perkembangan ilmu pengetahuan dengan sejarah manusia dalam menjelajah samudra di planet ini. Jadi saya tidak bisa menilai mana yang sudah tidak sesuai lagi dengan ilmu pengetahuan yang lebih baru. Hanya satu hal yang membuat saya bertanya-tanya, yaitu tentang zona waktu yang digambarkan ketika kapal selam Kapten Nemo menjelajadi samudra satu ke samudra yang lain. Mungkin pada masa itu belum ada informasi tentang perbedaan zona waktu dan garis bujur Bumi.

Sebenarnya bisa sih googling tentang informasi tersebut di internet. Tapi kok kesannya effort banget ya, hahahaha. Saya hanya ingin menikmati bacaan saja dari awal. Nggak pingin mikir terlalu dalam. πŸ™ˆ

Buku ini terdiri dari empat puluh enam bab. Jalan cerita menjadi cepat dan klimaks di bab tiga puluh delapan. Dari yang awalnya datar-datar saja, menjadi dipacu lebih cepat. Alasan gamblang mengapa Kapten Nemo selama bertahun-tahun tinggal di bawah laut dan menjauhi daratan terkuak di belasan bab terakhir ini.

πŸ πŸ™πŸ³


Buku kelima adalah audio book berjudul Rumah Lebah yang ditulis oleh Ruwi Meita. Akhirnya kesampaian juga "membaca" buku ini. Ngeri juga ya ternyata jalan ceritanya. Bukan ngeri karena makhluk halus sih, tapi ngeri ke manusia.

Ceritanya itu ada seorang anak kecil bernama Mala yang ekspresi wajah dan intonasi bicaranya datar. Anak kecil ini tinggal bersama dengan ayah dan ibunya di sebuah rumah. Namun, Mala selalu membicarakan enam orang asing yang hidup bersama ini dalam rumahnya.

Ketika mendengarkan buku ini, saya merasa tidak nyaman tapi tetap ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sempat juga merasa jijik ketika ada satu paragraf yang menggambarkan suatu kejadian yang tragis. Rumah Lebah ini blew my mind sih ketika ceritanya berakhir.

Saya suka mendengarkan audio book ini karena bisa disambi dengan berkegiatan lain yang nggak terlalu mikir seperti menyetrika baju. Asal jangan sambil rebahan karena bisa ketiduran. Berasa didongengin soalnya. πŸ˜†

πŸπŸ‘¨‍πŸ‘©‍πŸ‘§πŸ


Buku keenam sekaligus terakhir juga berupa audi book, yaitu Tiga Venus karya Clara Ng. Buku ini bercerita tentang tiga wanita bernama Juli, Emily, dan Lies. Juli seorang ibu rumah tangga, Emily lajang, dan Lies seorang janda. Ketiga wanita ini di suatu hari, secara ajaib, bertukar jiwa di tubuh yang berbeda. Mereka harus menjalani hidup dengan kehidupan yang sama sekali berbeda dengan kehidupan aslinya. 

Juli menjadi Lies, Lies menjadi Emily, dan Emily menjadi Juli. Novel ini memberikan gambaran bagaimana seseorang menyusup ke dalam kulit orang lain dan merasakan menjalani kehidupan orang tersebut. Di dunia yang serba sawang sinawang ini sepertinya seru juga jika beneran bisa bertukar jiwa untuk sementara seperti Tiga Venus ini, hehehe. Tujuannya supaya bisa lebih mensyukuri hidup, menyembuhkan luka, mendapatkan pengalaman baru, dan berhenti membanding-bandingkan diri dengan kehidupan orang lain. Apa yang terjadi sekarang adalah yang terbaik untuk masing-masing individu tersebut walaupun kadang benar-benar clueless dengan makna di baliknya.

♀️♀️♀️

Okeee selesai sudah membuat ulasan untuk keenam buku di atas. Masih ada sekitar empat belas buku lagi yang belum ditulis, hahahaha. Sepertinya buku-buku itu harus saya baca ulang suatu hari nanti karena banyak yang sudah lupa isinya tentang apa. Hampir semuanya buku non-fiksi. Wish me luck!


*

1 comment :

  1. Yang sudah pernah baca paling Jules Verne saja. Karena genrenya suka.

    ReplyDelete

Halo! Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar. Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu.

Back to Top